Faktanya, WPPNRI dan pelabuhan untuk perusahaan perikanan berskala menengah dan besar dengan harus memiliki modal usaha Rp200 miliyar, sebagai syarat mendapat kuota tangkap ikan dan membayar PNBP sistem pasca bayar. Maka hal demikian, termasuk menjajah dan mencekik pengusaha dalam negeri.
View this post on Instagram
“Apalagi kebijakan tersebut, harus memiliki modal usaha sebanyak itu. Tentu, nelayan-nelayan yang memiliki kapal-kapal 30 gross ton ke bawah tidak akan bisa memenuhi syarat tersebut. Secara otomatis juga mematikan usaha-usaha koperasi masyarakat pesisir. Karena isi laut habis dikeruk. Sementara nelayan pribumi tak dapat apa-apa,” ujar Rusdianto.
Ia menegaskan, rencana kebijakan lelang kuota tangkap ikan itu tidak sesuai dengan Pasal 33 ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945. Oleh itu, KKP harus batalkan rencana lelang kuota ikan tersebut.
“Jangan alasan, pemerintah membutuhkan investasi dan peningkatan kerjasama dengan berbagai negara lain. Lalu perikanan tangkap, budidaya, pengolahan produk dan pemasaran serta diizinkan beroperasinya kapal-kapal asing. Hal inilah yang dianggap liberalisasi terhadap sektor-sektor kelautan dan perikanan. Ya tentu tak sesuai UUD 1945. Maka harus dibatalkan rencana kebijakan tersebut,” tegas Rusdianto.
Ia khawatir, modus kebijakan KKP mengarah pada illegal fishing dan monopoli perusahaan perikanan skala besar dalam melakukan kegiatan tangkap ikan di laut Indonesia.
Discussion about this post