“Dari situ kami menangkap ada ’kegelisahan’ dari pemerintah daerah khususnya daerah penghasil tambang. Sehubungan dengan terbitnya UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan revisi dari UU Nomor 4 Tahun 2009,” beber Atal.
DK PWI Pusat Apresiasi Keputusan Penganuliran Penghargaan Walikota Bekasi https://t.co/cs1lSotc0m
— Penasultra.id (@penasultra_id) January 11, 2022
Kegelisahan itu muncul, tambah dia, karena dalam UU Minerba yang baru, pemerintah daerah tidak lagi masuk dalam konteks penguasaan pertambangan minerba. Sebab, kewenangan itu telah ditarik sehingga tersentralisasi ke pemerintah pusat.
“Mereka bertanya, lalu apa dong peran, kewenangan, dan hak pemerintah daerah, yang notabene merupakan ’pemilik’ area pertambangan di daerah? Gue dapet apa?,” ungkap wartawan senior ini.
Atal Depari meyakini masalah transisi energi maupun pengelolaan pertambangan pascaterbitnya UU Minerba yang baru, pasti bukan masalah sederhana. Dampaknya luas dan kompleks.
Karena itu, pihaknya sangat berterima kasih dan mengapresiasi tinggi keterlibatan para pakar di sektor ESDM dalam pelaksanaan seminar nasional pertambangan dan energi, yang diawali dengan gelaran FGD.
“Haqul yakin, kalau ahli-ahlinya sudah turun gunung, akan lahir banyak pemikiran cerdas dan solutif yang bermanfaat untuk mewujudkan Indonesia Hijau dengan keanekaragaman potensi ESDM dimiliki,” terang dia.
Atal menegaskan, butir-butir rekomendasi yang lahir sebagai hasil dari FGD di Jakarta dan seminar nasional di Kendari bulan Februari nanti akan dibawa ke puncak peringatan HPN, 9 Februari.
“Dan, akan kami serahkan langsung ke Presiden Jokowi sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan,” ucap Atal.
Discussion about this post