Membuat otak bisa bekerja optimal.
Menambah wawasan.
Mempertajam diri dalam menangkap suatu informasi dari sebuah bacaan.
Mengembangkan kemampuan verbal.
Melatih kemampuan berpikir dan menganalisa.
Melatih fokus dan konsentrasi.
Melatih diri untuk bisa menulis dan merangkai kata dengan baik. (Serenata, 2020)
Bila kita merujuk kepada Al-Qur’an, perintah atau ajakan untuk membangun “budaya literasi” bukan hanya terdapat dalam surat Al-Alaq, tapi juga tersebar dalam surat dan ayat lainnya di dalam kitab suci.
Ajakan tersebut tertuang baik secara tersurat maupun tersirat yang subtansinya adalah mengajak umat manusia, lebih khususnya umat Islam, menggunakan segala kemampuan intelektual dan spiritualnya untuk membaca secara mendalam realitas kehidupan. Mengajak manusia untuk senantiasa berfikir kritis dan reflektif terhadap fenomena yang berada di sekitarnya.
Terkadang dengan bahasa yang sangat halus, Allah SWT di dalam Al-Qur’an, mengajak dialog manusia dengan bahasa retorik. Bahkan Tuhan juga menyindir dengan sangat halus kemudian mengajak manusia untuk menggunakan akal fikirannya, misal afala ta’qiluun (apakah kamu tidak berfikir?), afala tatafakkaruun (apakah kamu tidak merefleksikan?), afala tadzabbaruun (apakah kamu tidak mengobservasi dan mengambil hikmah?) dan lain sebagainya.
Pesan dan semangat Iqra’ bukan hanya tertuang di dalam kitabullah, akan tetapi juga disampaikan secara langsung oleh Rasullulah SAW sebagai pembawa pesan profetik (kenabian). Banyak hadist yang menyerukan kepada umat Islam untuk bergiat diri dalam mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Terlepas dari perdebatan derajat hadist, ada ungkapan yang cukup masyhur “tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”. Artinya, Rasulullah mampu membaca situasi, kondisi dan perkembangan peradaban manusia kontemporer di era-nya. Bahwa peradaban Cina saat itu telah mencapai puncak perkembangan. Peradaban Cina telah mengenal tradisi literasi, karya sastra, teknologi perang, arsitektur, birokrasi, dan bahkan Cina sudah menggunakan kertas sebagai media penyebaran ilmu pengetahuan. Tanpa kemampuan “literasi” geopolitik, maka mustahil Rasullulah menyampaikan pesan peradaban tersebut.
Konsekuensi perintah “membaca” mendorong agar umat Islam mampu menguasai dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemaslahatan kehidupan makhluk hidup di dunia. Bukan hanya bermanfaat bagi umat manusia, tapi juga bagi makhluk hidup yang lain, baik itu hewan, tumbuh-tumbuhan serta lingkungan alam (komitment terhadap keberlanjutan ketiga unsur makhluk hidup itulah yang kemudian dikenal dengan eco-literacy).
Maka secara eksplisit, Rasulullah mewajibkan kepada seluruh umat Islam (laki dan perempuan) untuk terus belajar, seperti yang tertuang dalam hadist yang cukup terkenal; “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat”.
Kemudian Rasullullah juga bersabda, “carilah ilmu dari buaian hingga liang lahat”. Mencari ilmu pengetahuan, belajar, dan membaca tidak dibatasi ruang dan waktu. Tidak dibatasi apakah masih muda dan tua. Tidak dibatasi lokasi; kota atau desa. Serta tidak dibatasi status ekonomi; kaya atau miskin. Singkatnya Islam menyerukan kepada umatnya untuk terus belajar meningkatkan kualitas dan kapasitas secara berkelanjutan atau belajar tanpa henti (never ending learning). (Moh. Mudzakkir, 2018).
Discussion about this post