“Padahal window opportunity ini akan menutup pada 2035 hingga 2045 dengan beban pendidikan yang rendah dan ekonomi rendah,” tutur Hasto.
Terkait dengan window opportunity atau jendela bonus demografi, Hasto menyebut di Indonesia tidak merata.
“Ada beberapa daerah yang sudah lewat window opportunity bonus demografi. Variasi window opportunity tidak sama antara satu provinsi dengan provinsi lain. Karena itu tidak sama kebijakannya,” ulas Hasto.
BKKBN, sambung Hasto, mengemban amanah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan juga meningkatkan kualitas keluarga. IPM Ketenteraman, kemandirian, kebahagiaan.
“Keluarga menjadi sumber daya manusia berkualitas. Namun demikian kondisi kenyataan yang terjadi saat ini, high skill (tenaga terampil) kita berada pada posisi low (rendah). Low skill kita pada posisi high,” ulas dia.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Dr. Sudibyo Alimoeso mengungkapkan, pembangunan keluarga tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah.
Namun, pembangunan SDM tersebut tidak menarik bagi pemerintah daerah ketimbang pembangunan fisik, seperti membangun jembatan, jalan, dan pembangunan fisik lainnya.
“Konsep ketahanan keluarga yang bisa beradaptasi positif dari luar dan dalam. Keluarga berkualitas adalah bisa melaksanakan fungsi-fungsi keluarga. Pembangunan keluarga menyangkut semua siklus,” papar Sudibyo.
“Pemerintah juga harus berhati-hati dalam menetapkan target angka Total Fertitility Rate (TFR). Sebab, angka TFR di bawah dua maka akan menutup dengan cepat window opportunity bonus demografi,” tandas Sudibyo.
Editor: Basisa
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post