PENASULTRAID, JAKARTA – Setelah menjalani dan menyelami riuhnya blantika musik Indonesia khususnya Malang, Jawa Timur, Closure akhirnya memutuskan berganti nama menjadi Masurai. Masurai memulai langkah barunya dengan merilis maxi single perkenalan “Manusia/Pakar Praktisi”.
Dalam maxi single ini, band post-punk yang kini digawangi oleh Dheka Satria (Vokalis), Axel Kevin (Bass), Sabiella Maris (Gitar) dan Ahmad Ikhsan Priatno (Drum) mencoba mengusung pendekatan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh musisi-musisi inspirasi mereka dari Rusia dan sekitar area Slavia seperti Molchat Doma, Motorama, Brandenburg dan Human Tetris.
Meninggalkan penulisan lirik bahasa Inggris menuju penulisan bahasa ibu, Masurai menganggap bahwa dengan pendekatan ini, pesan, emosi, dan cerita dalam lagu lebih langsung tersampaikan kepada mayoritas penikmat musik Indonesia. Hal ini untuk memudahkan menggali dan memaparkan fenomena sosial yang ada di Indonesia maupun dunia.
Dalam maxi single “Manusia/Pakar Praktisi” Masurai hendak menyajikan wacana tentang dua sisi kehidupan manusia modern di Indonesia yang kontras namun saling terkait: nilai-nilai tradisional yang bersifat siklikal dan tanggung jawab antar generasi, serta realitas kontemporer yang dibentuk oleh citra, instan, dan absurditas dunia maya.
Lagu “Manusia” merupakan refleksi tentang siklus hidup yang tak terputus—dari dilahirkan, dibesarkan, hingga akhirnya menjadi orang tua yang juga harus dirawat. Dalam balutan lirik yang terinspirasi dari nilai-nilai spiritual yang terinspirasi Alqur’an surat Al-Isra’ ayat 26 dan surat Luqman ayat 14.
Lagu ini menyoroti tentang menunaikan hak orang lain, terutama kerabat dekat, menjaga, menghormati dan menafkahi orang tua atau mereka yang telah membesarkan kita. Sebuah siklus yang terus berulang, tak pernah berhenti, tak bisa dihindari.
Sementara itu, lagu “Pakar Praktisi” menghadirkan kritik sosial terhadap wajah masyarakat digital hari ini atau para netizen—tentang bagaimana seseorang bisa meraih materi secara instan hanya dengan memaksimalkan nilai-nilai duniawi secara permukaan.
Sosok dalam lagu ini adalah figur ambigu: tak bisa ditebak, bisa saja positif atau negatif. Mereka hidup dalam dunia maya, secara kronis sering dalam status online, di mana persepsi dianggap nyata, dan ilusi lebih cepat menghasilkan uang dibanding kerja keras konvensional.
Discussion about this post