Kenaikan harga elpiji non subsidi juga disinyalir sebagai langkah awal pemerintah untuk menaikkan harga gas bersubsidi secara bertahap. Pun, langkah awal untuk menghapus subsidi elpiji secara perlahan. Padahal, pengguna gas melon kebanyakan dari kalangan masyarakat bawah. Selain itu, dengan melimpahnya sumber daya migas, seharusnya rakyat bisa memperoleh gas dengan mudah, murah, dan merata, tanpa ada klasifikasi.
Melansir cnbcindonesia.com (Kamis, 10/3/2022), Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan, Wahyu Utomo mengatakan, berdasarkan hasil pembahasan APBN 2022 dengan DPR, disepakati bahwa pada tahun 2022 pemerintah akan melaksanakan transformasi subsidi LPG tabung 3 kilogram dari subsidi berbasis komoditas (terbuka) menjadi subsidi berbasis target (tertutup). Artinya, harga elpiji 3 kilogram nantinya akan mengikuti harga elpiji non subsidi.
Bila ditelisik, kenaikan harga elpiji terjadi karena beberapa faktor. Pertama, alih fungsi Pertamina. Dengan regulasi yang berubah-ubah, Pertamina telah mengalami pergeseran peran. Dimana, melalui UU Nomor 8 Tahun 1971, pemerintah mengatur peran Pertamina untuk mengelola tambang minyak dan gas bumi di sektor hulu. Kemudian melalui UU Nomor 22 Tahun 2001, pemerintah mengubah kedudukan Pertamina, sehingga pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan usaha.
Lalu, berdasarkan PP Nomor 31 Tahun 2003, tanggal 18 Juni 2003 Pertamina berubah nama menjadi PT Pertamina (Persero), yang melakukan kegiatan usaha migas mulai dari sektor hulu hingga hilir. Pertamina harus mengoptimalkan usahanya sesuai harapan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. (http://www.pertamina.com)
Kedua, liberalisasi migas. Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang sejatinya adalah milik umum. Wajib dikelola negara untuk kepentingan publik, serta memenuhi kebutuhan dan kemaslahatan rakyat. Namun, SDA yang sangat potensial ini telah diserahkan pengelolaannya secara bebas kepada perusahaan swasta dan asing, dalam berbagai kontrak kerja sama.
Salah satu tujuannya adalah untuk peningkatan investasi migas. Tentu saja dengan skema bisnis demi meraup keuntungan. Akibatnya, pemerintah hanya fokus pada perbaikan iklim investasi. Padahal, kerja sama tersebut berisiko membuka peluang eksploitasi dan eksplorasi migas jangka panjang kepada pihak pemodal.
Sungguh, liberalisasi migas dan kekayaan alam lainnya, sebuah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Sebab, liberalisasi memang lahir dari rahim ideologi kapitalisme sekuler. Dimana, kebebasan merupakan bagian yang diagungkan dan dijamin oleh ideologi tersebut.
Salah satunya adalah kebebasan dalam kepemilikan. Minyak dan gas bumi yang seharusnya dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, dengan sengaja telah diserahkan penguasaan dan pengelolaannya kepada asing. Negara berlepas tangan dari tanggung jawab pengelolaan SDA atas nama investasi dan royalti yang tidak seberapa.
Alhasil, demi bisnis, kepentingan rakyat terlupakan. Pun, jeritan rakyat tak diindahkan. Dengan undang-undang, rakyat dipaksa menerima segala konsekuensi dari kebijakan penguasa. Tingginya beban hidup dan abainya penguasa semakin menegaskan bahwa hidup sejahtera dalam sistem hari ini, hanya angan-angan belaka.
Islam Menjamin Kesejahteraan
Discussion about this post