Sementara untuk nelayan lokal setempat dan pemijahan ikan hanya dapat empat WPPNRI. Dibandingkan Zona industri penangkapan ikan terdiri empat zona WPPNRI dan pelabuhannya sejumlah 29 pelabuhan pendaratan ikannya. Luar biasa, investasi kapal asing dapat karpet merah di laut Indonesia. Kebijakan seperti ini, disepakati untuk menguras, mengeruk dan menjajal kelautan dan perikanan. Hal ini masih mobilisasi kapal besar dari asing.
Bobroknya kebijakan kelautan dan perikanan saat ini membuat Indonesia dijerat kegagalan berkembang, baik aspek nelayan tangkap, budidaya maupun Industri Perikanan. Konsekuensi atas kebijakan seperti itu ialah lahan subur market investasi asing mengeruk ikan hingga monopoli harga secara bebas itu terjadi tanpa kontrol.
Liberalisasi market ikan bersistem kuota discount pasca bayar dan pasca produsi diberbagai tingkat memicu krisis ekonomi perikanan, ditambah adanya proteksi regulasi (Peraturan Menteri) yang melanda perikanan membuat duka pengangguran, kemiskinan, terbuka semua. Kapan nelayan dan masyarakat pesisir sejahtera?.
Akibatnya kedepan, Indonesia alami krisis dan resesi ekonomi kelautan dan perikanan sehingga perusahaan perikanan nasional bisa tutup karena kalah saing dengan perusahaan asing yang mendapat kouta discount tangkap ikan dengan kapal-kapal besar. Mestinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak memakai sistem tersebut. Seharusnya membangkitkan sekitar 500 koperasi perikanan yang sudah tutup sejak 2017 lalu.
Untuk merestrukturisasi koperasi-koperasi perikanan itu, pemerintah hanya perlu evaluasi kebijakan atas regulasi sebelumnya yang selama ini mematikan seluruh usaha bersama di sektor kelautan dan perikanan. Tentu, kerjasama ekonomi green yang dimaksud menteri kelautan dan perikanan bisa bekerjasama dengan seluruh stakeholders, terutama organisasi nelayan dan koperasi.
Harapan, untuk pemerintah, ada pengembangan kerjasama teknis perikanan: tangkap dan budidaya, modernisasi teknologi pasca panen dan produk perikanan bernilai tambah sehingga menjadi mudah dalam proses perlindungan keanekaragaman hayati kelautan dan perikanan. Bukan untuk memanggil investasi untuk mengeruk ikan dan sumberdaya lainnya di laut Indonesia.
Kesimpulan:
Pemicu dampak kerusakan hutan dan laut yakni pertama, penebangan liar yang terjadi pada kawasan hutan yang dilakukan secara liar sehingga mengubah fungsi hutan yang berdampak pada tercemarnya laut. Tentu, seluruh komoditas ikan dan lainnya rusak. Kedua, kebakaran hutan, bisa mengubah kondisi laut dan terumbu karang sebagai rumah ikan. Ketiga, merambah hutan yang bercocok tanam tahunan dapat menjadi ancaman bagi kelestarian hutan dan laut itu sendiri.
Keempat, ditambah penangkapan terukur yang berpotensi eksploitasi tanpa batas sehingga akan memicu illegal fishing, overfishing dan destructive fishing. Terutama pada sisi keadilan tidak terpenuhi antara nelayan berkapal besar dengan nelayan tradisional. Jelas memunculkan potensi kerusakan laut.
Kelima, perambahan hutan mangrove untuk program budidaya (shrimp estate) dan pertambakan rakyat sehingga berdampak pada terjadinya erosi dan abrasi lingkungan pesisir yang ujungnya mengecilnya pulau-pulau dan pemukiman masyarakat pesisir.(***)
Penulis: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post