“Dalam arti materiil ialah pengujian atas materi muatan undang-undang, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya telah sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan sedangkan dalam konteks pengujian formil, menitikberatkan wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif telah sesuai dengan naskah akademik yang berlandaskan faktor filosofis, yuridis dan sosiologis,” tegas Hamrin.
Pria kelahiran Desa Parigi, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara itu mengaku prihatin atas putusan MK. Sebab, hal itu merupakan preseden buruk dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dan menjadi contoh ancaman yang berdimensi legislasi hukum tidak boleh dijadikan alat untuk kepentingan kekuasaan.
Hakim harus tetap independen dan berdiri tegak demi menjaga konstitusi bukan sebagai alat untuk memuluskan syahwat kekuasaan demi kepentingan kelompok dan golongan tertentu,” tekan Hamrin.
Pada akhir keterangan tertulisnya, Hamrin menyampaikan pendapat filsuf, bahwa sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang ada jika dijalankan oleh orang-orang tidak bermoral maka hukum itu menjadi tidak baik. Sebaliknya seburuk apapun peraturan perundang-undangan jika dijalankan oleh orang-orang bermoral maka hukum itu akan diarahkan menjadi baik.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post