<strong>Oleh: Moch S Hendrowijono</strong> Perpindahan layanan Indihome dari PT Telkom ke anak perusahaannya, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), mengikuti tren dunia yang sedang terpincut pada teknologi FMC, fixed mobile convergence. Konvergensi adalah berbaurnya sejumlah teknologi yang berbeda, dalam hal ini teknologi telepon kabel dan teknologi nirkabel dalam melayani pelanggan. FMC mampu meningkatkan pendapatan operator secara signifikan, dan pelanggan mendapat layanan seluler digabung dengan layanan jaringan telepon kabel, dengan satu harga. Internet cepat dari telepon kabel, layanan hiburan semisal VoD (video on demand–video sesuai keinginan pelanggan) yang bisa dinikmati seluruh keluarga di mana pun berada, salah satu contohnya. Target Kelompok Telkom itu pada awal Agustus Indihome sudah dijual dengan brand Telkomsel, bersamaan dengan Ortbit, layanan modem untuk internet cepat dari Telkomsel. Di Tanah Air layanan FMC sudah dimulai Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) dan XL Axiata, masing-masing dengan FTTH (fiber to the home) yang namanya Indosat HiFi (high fidelity), dan XL Satu dari XL Axiata. XL Satu menyatukan layanan selulernya dengan layanan internet melalui kabel serat optik sepanjang 130.000 kilometer yang disambungkan ke rumah pelanggan. Kecepatannya bisa sampai 1Gbps (XL Home), setelah Axiata mengakuisisi LinkNet senilai Rp8,72 triliun tahun lalu. FMC Indihome membuat infrastruktur tetap milik masing-masing, dan kelak Telkomsel harus membayar penggunaan jaringan kabel dan layanan Telkom, yang akan menjadi sumber pendapatan baru bagi BUMN itu. Dengan ditanganinya Indihome oleh Telkomsel, bisa jadi pendapatan jasa ini akan lebih besar karena bentuknya yang mampu menarik perhatian masyarakat. Disatukan dengan Orbit yang sudah dimiliki Telkomsel, konvergensi ini menawarkan kemudahan bagi pelanggannya, karena satu penagihan akan didapat beberapa jenis layanan. Internet cepat, hiburan video, saluran telepon yang mutunya lebih jernih dan jasanya dapat digunakan di mana saja selain di rumah. <strong>Nasib Saham SingTel</strong> Pengguna Indihome bisa sampai enam orang atau enam ponsel sekeluarga bersama-sama. “Ini layanan broadband (pita lebar) terbaik dengan biaya yang efisien,” tutur Ririek Ardhiansyah, Dirut PT Telkom. Merger IndiHome dan Telkomsel melalui inisiatif Fixed Mobile Convergence (FMC) merupakan salah satu strategi PT Telkom menjawab risiko ancaman resesi pada 2023. Tahun 2023, kata Ririek, diprediksi jadi tahun yang sangat menantang khususnya bagi pelaku bisnis dan korporasi dari berbagai sektor industri termasuk telekomunikasi. Baik Telkom maupun Telkomsel diuntungkan dalam penggabungan FMC ini. Masuknya Indihome dapat menambah jumlah pelanggan Telkomsel sebanyak 9,2 juta, dari saat ini 156,8 juta. Tahun 2023, mengacu pada tambahan 600.000 pelanggan Indihome selama tahun 2022, jumlahnya bisa jadi akan bertambah dengan satu juta, menjadi 10,2 juta. Jika ARPU (average revenue per user–rata-rata pendapatan dari tiap pelanggan) sebesar Rp274.000, diperkirakan Indihome akan menyumbang pendapatan ke emak barunya itu sebanyak Rp33-an triliun pada akhir 2023. Namun Telkomsel juga harus membayar sewa penggunaan prasarana kabel telepon (fixed line) serta biaya layanan lain kepada PT Telkom. Ditambah kewajiban bedol desa karyawan Telkom ke Telkomsel sejumlah 600-an yang selama ini menangani Indihome yang akan membengkakkan jumlah karyawannya yang 5.300 orang. Masuknya Indihome ke Telkomsel menjadikan value Telkomsel naik, sehingga saham SingTel akan tergerus (terdilusi) hingga sekitaran 10%. Singtel pun turut berkontribusi dalam proses ini dengan menyetor ke Telkom sekitar Rp2,7 triliun agar sahamnya bertahan pada 30,1%, saham Telkom menjadi 69,9%.<strong>(***)</strong> <strong>Penulis: Pengamat Telekomunikasi. Kini, Penasihat Forum Pemred Media Siber Indonesia</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/7tqpDzWfwUM
Discussion about this post