Selain itu, pemerintah juga harus siap menghadapi dampak volatilitas perekonomian global dengan berbagai bauran kebijakan.
“Sebagai contoh, sekarang saja pertumbuhan ekonomi (Indonesia) yang diperkirakan oleh IMF adalah 4,9 persen. Ternyata perkiraan itu bukan hanya untuk tahun ini saja, tapi IMF juga memperkirakan tahun depan, tetap 4,9 persen, padahal yang disasar adalah enam persen secara konsisten setiap tahun selama 20 tahun,” tambah Faisal.
Penguatan sektor pengungkit lainnya juga bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong hilirisasi industri yang kini sedang getol dilakukan oleh pemerintah. Jika, seluruh sektor tidak mendukung satu sama lain, maka tantangan ke depan untuk menjadi sebuah negara maju akan semakin sulit.
“Untuk mencapai (target) di tahun 2045 ada tahapannya, yakni per lima tahun, 2025 ke 2030, ke 2035 ini seperti apa? Yang jelas kans terbesar itu sebelum di 2035, kenapa? Karena bonus demografi Indonesia berakhir setelah 2035. Artinya hanya di masa bonus demografi kita bisa mengharapkan pertumbuhan ekonomi mengalami akselerasi. Setelah itu susah, cenderung melambat dan itu sudah terjadi di negara-negara lain yang lebih dulu kehabisan bonus demografi, seperti Jepang, China, Thailand. Itu sudah melambat sekarang dan susah untuk tumbuh lebih tinggi,” pungkas Faisal.
Sumber: voaindonesia
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post