PENASULTRA.ID, JAKARTA – Keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara yang pertama kali meratifikasi Paris Agreement pada 2016. Salah satu komitmen transisi energi yang ditargetkan oleh Pemerintah Indonesia adalah pemanfaatan energi bersih hingga 23 persen pada 2025.
Seiring upaya Indonesia untuk mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil dan merangkul sumber energi terbarukan, kemitraan strategis dengan investor internasional mendorong Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Selain mengurangi penggunaan batubara, ekosistem industri yang dapat menghasilkan baterai, seperti pertambangan nikel terus dikembangkan sebagai proyek strategis nasional.
Investasi asing di sektor energi Indonesia telah mencapai tingkat tertinggi sepanjang sejarah. Investasi ini mendukung upaya pemerintah untuk mendiversifikasi bauran energi negara dan mitigasi perubahan iklim.
Menurut data Kementerian Investasi, pada 2021 Indonesia mencatat kenaikan hingga 25 persen pada investasi bidang energi baru dan terbarukan (EBT). Sementara, menurut Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) hingga 2060, Indonesia membutuhkan investasi hingga USD 1 triliun untuk mengembangkan EBT dan transmisi energi.
Modal dari investor global telah memfasilitasi perkembangan pesat pembangunan infrastruktur energi terbarukan dan mendorong transfer teknologi yang memungkinkan Indonesia memanfaatkan potensi energi terbarukan yang sangat besar.
Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro mengatakan, Indonesia masih sangat memerlukan investasi global untuk mempercepat transaksi energi di Indonesia. Jika hanya mengandalkan kekuatan domestik, hasilnya akan kurang optimal karena masih harus dibagi-bagi ke semua sektoral, sedangkan masalah investasi bukan hanya hanya di sektor pertambangan. Sehingga, dia menilai kolaborasi dengan investor global lebih baik dan lebih optimal dari berbagai aspek.
Discussion about this post