PENASULTRA.ID, MUNA – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jaelani mengadakan kunjungan kerja (kunker) sekaligus reses di Sungai Jompi, Kecamatan Katobu, Kabupaten Muna, Sabtu 21 Desember 2024.
Jaelani mengatakan, Jompi adalah mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat di Raha dan beberapa kecamatan di sekitarnya. Namun, kondisi Sungai Jompi dalam fase kritis. Sebab, hutan penyangga Sungai Jompi telah rusak akibat perambahan dan penebangan.
“Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hutan di sekitar Sungai Jompi ini telah rusak. Hal ini mengakibatkan berkurangnya debit air di Sungai Jompi,” kata Jaelani.
Berdasarkan penelitian La Ode Sabaruddin dan kawan-kawan dari Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, kawasan hutan lindung di sekitar Sungai Jompi telah mengalami kerusakan cukup serius.
Kawasan hutan lindung Jompi memiliki luas kurang lebih 1.927 hektare. Pohon jati mendominasi kawasan ini kurang lebih 1.233 hektare atau 64 persen. Sisanya, kurang lebih 694 hektare atau 36 persen adalah hutan campuran.
Tetapi, berdasarkan data BLHKP Kabupaten Muna pada 2016 yang dikutip dalam penelitian tersebut, kawasan hutan lindung Jompi telah mengalami kerusakan kurang lebih 1.080 hektare atau 56,1 persen yang semuanya adalah hutan jati.
Akibat dari kerusakan ekosistem jati tersebut berdampak pada menurunnya debit air Sungai Jompi. Pada 1980-an debit air sungai bisa mencapai 300 liter perdetik. Namun mengalami penurunan drastis pada 2017 tinggal sekitar 120 liter perdetik.
“Ini menunjukkan kerusakan hutan di sekitar DAS atau daerah aliran sungai Jompi nyata adanya dan bisa mengancam pemenuhan kebutuhan air masyarakat di enam kecamatan,” ujar Jaelani.
Jompi, katanya, merupakan mata air yang memenuhi kebutuhan masyarakat di beberapa kecamatan. Di antaranya, Kecamatan Katobu, Watuputih, Kontunaga, Duruka, Bata Laiworu dan Loghia.
“Namun, dari tahun ke tahun, debit air Sungai Jompi terus mengalami penurunan bahkan wilayah daerah aliran sungai Jompi mengalami pendangkalan ketika musim hujan. Air keruh menjadi pemandangan yang terjadi saat hujan,” tutur Jaelani.
Untuk itu, sebagai Anggota Komisi IV DPR RI, dirinya akan mendorong penaikan status Hutan Lindung Jompi menjadi kawasan hutan konservasi yang pengelolaannya dalam bentuk Taman Wisata Alam (TWA) Jompi.
TWA merupakan kawasan pelestarian alam yang statusnya adalah hutan wisata yang memiliki fungsi pelestarian ekosistem hutan, rekreasi dan pariwisata. Nantinya, setelah masuk kawasan konservasi, penanganan kawasan TWA Jompi ini akan berada langsung di bawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan.
Saat ini, kawasan hutan Jompi adalah hutan lindung yang penanganannya di bawah kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara dan pengawasannya dilakukan UPT KPH Pulau Muna. Akan tetapi, meski di bawah pengawasan KPH Pulau Muna, perambahan hutan lindung di sekitar Jompi ini masih saja terjadi dan tidak ada tindakan penegakan hukum. Bahkan, banyak pihak secara bebas membuka lahan di sekitar DAS Jompi.
“Jadi, sebagai anggota DPR RI di Komisi IV salah satunya bermitra dengan Kementerian Kehutanan akan mendorong hutan Jompi ini jadi Taman Wisata Alam yang pengawasannya langsung dari Kementerian Kehutanan. Nanti, kalau ada pelanggaran tentang kehutanan, nanti Gakkum Kementerian Kehutanan yang akan menindak,” tegasnya.
Meski demikian, mekanisme penaikan status kawasan hutan lindung menjadi hutan konservasi tidak lah mudah. Perubahan fungsi kawasan hutan ini, salah satunya mesti ada usulan Gubernur Sulawesi Tenggara ke Menteri Kehutanan RI.
“Nanti saya akan ketemu langsung Gubernur Sulawesi Tenggara terkait penaikan status kawasan Hutan Lindung Jompi menjadi kawasan Konservasi,” Jaelani menambahkan.
Jaelani menuturkan, dengan diambilalihnya kewenangan penanganan hutan Jompi ke Kementerian Kehutanan, diharapkan bisa menekan perusakan hutan dan menjaga kelestarian ekosistem hutan Jompi. Sebab, jika deforestasi terus dibiarkan, akan mengancam kehidupan masyarakat yang selama ini memiliki ketergantungan kepada Sungai Jompi.
“Khawatirnya nanti di enam kecamatan ini kita impor air bersih. Bayangkan kalau hutan di sekitar Jompi sudah rusak, debit air sudah sedikit, sementara angka pertumbuhan masyarakat terus meningkat, kebutuhan air bersih tentunya tidak akan tercukupi,” jelasnya.
Untuk itu, kata Jaelani, sebelum terlambat, perlunya secara bersama menjaga Jompi beserta kawasannya sebagai masa depan generasi di Pulau Muna.
“Kawasan Jompi kita harus jaga bersama sebagai aset untuk masa depan anak cucu kita. Makanya, solusinya saya tawarkan ke masyarakat, Kawasan Hutan Jompi kita naikan statusnya dan kewenangannya langsung di bawah kementerian,” imbuhnya.
Discussion about this post