PENASULTRA.ID, BADUNG – Gelaran World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali menjadi pencapaian hydro-diplomacy atau diplomasi Indonesia dalam isu air global. Tak semudah membalikkan telapak tangan, diplomasi ini harus menempuh jalan panjang dan berliku sebelum membawanya menjadi rancangan Deklarasi Menteri di forum yang berlangsung hingga 25 Mei 2024 tersebut.
“Melalui proses yang sangat sulit, Deklarasi Menteri dikonsultasikan di Markas Besar UNESCO, Paris selama tiga kali, termasuk diskusi awal dan dihadiri lebih dari 100 negara dengan berbagai kepentingan yang kadang-kadang sangat ekstrem sangat berbeda antara kiri dan kanan,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat di Badung Bali, Minggu 19 Mei 2024.
Sulitnya konsultasi Deklarasi Menteri di antaranya adanya perbedaan pendapat antara negara-negara hulu dengan negara-negara hilir.
“Di tengahnya banyak sekali tidak hanya isu-isu ekologis, tetapi juga isu-isu politis sangat kental, sulit sekali kita mencapai kesepakatan,” kata Dirjen Tri Tharyat.
Namun pada akhirnya dengan kemampuan diplomasi pemerintah Indonesia berhasil memperoleh kesepakatan dalam deklarasi yang akan disahkan secara resmi pada 21 Mei.
Ada empat hal pokok yang diperjuangkan Indonesia selaku tuan rumah World Water Forum ke-10. Pertama, adalah kesepakatan internasional melalui Sidang Umum PBB terkait dengan penetapan Hari Danau Sedunia atau World Lake Day yang akan menjadi legacy atau warisan penting dari World Water Forum ke-10 karena selama ini perhatian terhadap pengelolaan danau relatif kurang banyak.
“Harapannya dalam Sidang Umum PBB pada Oktober mendatang dapat disahkan seluruh negara anggota PBB sehingga menjadi Hari Danau Internasional yang akan dirayakan setiap tahun,” kata Dirjen Tri Tharyat.
Kedua, kembali usulan Indonesia, yaitu membentuk center of excellence terkait isu-isu air dan perubahan iklim, serta resiliensi dari kedua situasi tersebut.
Discussion about this post