<strong>PENASULTRAID, KUPANG</strong> - Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO) mengecam keputusan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) dari dinas Polri kepada Ipda Rudy Soik. PTDH terhadap anggota Polres Kupang Kota itu dilakukan melalui sidang Komisi Kode Etik Polri yang diketuai oleh Kabid Propam Polda NTT Kombes Pol Robert Antoni Sormin dan didampingi Kompol Yan Kristian Ratu selaku wakil serta Kompol Nicodemus Ndoloe sebagai anggota pada 11 Oktober 2024. Merespon pemberhentian terhadap Rudy Soik ini, Ketua Umum JarNas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan, hal ini merupakan kemunduran institusi penegakan hukum. "Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang. Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur," kata Rahayu dalam keterangannya, Sabtu 12 Oktober 2024. Politisi Gerindra ini juga mengungkapkan bahwa Rudy memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota kepolisian. PTDH terjadi jika anggota kepolisian melakukan tindakan pelanggaran hukum yang berat. "Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat? Saya menghimbau seharusnya kepolisian, khususnya tim etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian," tegas Rahayu. Sementara itu, Ketua Harian JarNas Anti TPPO Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus menyayangkan tindakan Polda NTT ini. Romo Chrisanctus pun menegaskan bahwa pihaknya akan mendukung Rudi Soik dalam memperjuangkan hak-haknya. "Kami akan mengirimkan surat ke Kapolri terkait dengan keputusan pemberhentian ini," pungkas Rohaniawan itu. Rudy Soik diketahui merupakan seorang polisi aktif yang selama ini berhasil dalam menangani kasus-kasus perdagangan orang di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Karena komitmen dan keberhasilannya dalam menangani kasus tersebut, Rudy Soik diduga sering berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan bisnis perdagangan orang. Diduga merasa terancam karena bisnisnya terganggu. Rudy pun akhirnya dipindahkan ke bagian lain karena dianggap menganggu ketenangan bisnis “Menjual Manusia”. Dalam mengungkapkan kasus-kasus yang terjadi di wilayah Polda NTT, Rudy selalu melakukan tindakan yang cepat dan tidak memikirkan ada oknum-oknum tertentu membackup bisnis yang melanggar hukum tersebut. Tindakan Rudy yang dianggap menganggu bisnis kelompok-kelompok tertentulah diduga akhirnya membawa Rudy dalam proses sidang etik dan diputuskan dengan PTDH. Dilansir dari laman kompas.id, dalam sidang PTDH, Rudy disebut melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri berupa ketidakprofesionalan saat penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Hal itu terjadi saat Rudy memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kota Kupang. Atas perbuatan itu, Rudy dinyatakan melanggar Pasal 13 Ayat 1 dan Pasal 14 (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 Ayat (1) huruf b dan c serta Pasal 10 Ayat (1) huruf (a) angka (1) dan huruf d Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri. Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda NTT Kombes Pol Arya Sandi mengatakan, pada tahun ini, Rudy melakukan sejumlah pelanggaran disiplin. Jika melakukan tiga kali pelanggaran disiplin dalam setahun, seorang anggota Polri bisa dibawa ke Komisi Kode Etik Polri. Menurut Arya, saat pembacaan putusan di sidang Komisi Kode Etik Polri, Rudy tidak ada di dalam ruang sidang sehingga dianggap telah menerima putusan tersebut. ”Jadi putusan itu sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap),” katanya. <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=Tfr41J2kdMY
Discussion about this post