<strong>PENASULTRA.ID, BANDUNG</strong> — Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan Jawa Barat menjadi provinsi berpengaruh terhadap percepatan penurunan stunting nasional. “Jika stunting di Provinsi Jawa Barat tahun 2022 ini turun signifikan, maka hal tersebut juga akan mempengaruhi turunnya angka prevalensi stunting nasional. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menyebutkan prevalensi stunting Provinsi Jawa Barat adalah 24,5%," ungkap Hasto saat membuka acara Jawa Barat Stunting Summit 2022 yang digelar di Kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate Bandung, Rabu 14 Desember 2022. Di hadapan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Kepala BKKBN mengapresiasi kegiatan Jawa Barat Stunting Summit 2022. Hasto mengatakan bahwa Jawa Barat penduduknya mendekati 50 juta, jadi kalau Jawa Barat sebagai bandol secara nasional, kalau stuntingnya turun secara signifikan maka secara nasional turun signifikan. Hasto menilai, Gubernur Jawa Barat berhasil menggerakkan lima pilar dan delapan aksi strategis percepatan penurunan stunting, yang salah satunya adalah komitmen dan visi kepemimpinan nasional dan daerah dengan menggerakkan seluruh Bupati dan Walikota dalam rangka percepatan penurunan stunting. Secara statistik, kata Hasto, setiap tahun angka kelahiran di Jawa Barat yakni sebanyak 880 ribu dengan perbandingan 1.000/16 kehamilan. Artinya, dari 1.000 penduduk di Jawa Barat angka perempuan yang hamil adalah 16 orang. Hasto pun berharap angka kelahiran tersebut dapat ditekan menjadi 1.000/12 kehamilan. “Ini harapan saya supaya pertumbuhan penduduk seimbang dan kemudian sehat. Kalau penduduk satu juta mestinya tambahan yang hamil 16 ribu. Kalau penduduknya 50 juta jadi yang hamil 800 ribu. Tapi ketika Total Fertility Rate (TFR) bisa dibuat 2,1 maka yang akan hamil 600 ribu di Jawa Barat, akan turun 200 ribu. Sebab penurunan 200 ribu ini sangat signifikan,” ujarnya. Karena tingginya jumlah kelahiran tersebut, Hasto pun memberikan strategi agar dapat mencegah lahirnya bayi baru stunting di Jawa Barat dengan mewajibkan pasangan untuk memeriksakan kesehatannya tiga bulan sebelum menikah meliputi pemeriksaaan kadar Hemoglobin (HB) tidak kurang dari 12 dan lingkar lengan atas tidak kurang dari 23.5 sentimeter melalui aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil atau Elsimil. Hasto juga menambahkan, Jawa Barat diprediksi akan lebih dahulu mendapat bonus demografi. Sementara perbandingan dependensi ratio atau rasio ketergantungan Jawa Barat akan jauh lebih panjang dibandingkan DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini menjadi keuntungan bagi Jawa Barat asal dapat memanfaatkannya dengan baik untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. “Sehingga waktu dia sudah maju tapi pendapatannya per kapitanya tidak naik agak galau juga karena window oportunity sudah terlewati tapi pendapatannya per kapitanya belum naik. Ada apa? berarti jawabannya adalah SDM nya belum bagus,” ucapnya. Jadi, lanjut Hasto, kalau seandainya generasi yang sekarang lahir tidak jadi generasi yang hebat itu berat sekali, karena dependensi ratio nya naik. Sementara yang punya beban generasinya banyak yang stunting, yang punya beban ekonominya lemah dan kesehatannya lemah. "Kita boleh euforia Indonesia Emas, kita akan empat besar ekonomi dunia tapi harus dihitung betul agar tidak missed bonus demografi,” sambungnya. Senada dengan Hasto, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga sepakat bahwa stunting di Jawa Barat harus turun agar Indonesia dapat menciptakan lebih banyak lagi SDM yang unggul. Budi menyebut, efek dari stunting adalah rendahnya intelektualitas seseorang sehingga sulit bersaing di dalam dunia kerja. Sementara itu, pendapatan per kapita Indonesia saat ini masih tergolong rendah yakni US$ 4.349,17, jauh tertinggal dengan Singapura yang saat ini pendapatan per kapitanya USD 59,79 ribu yang kira-kira setara dengan Rp800 juta. “Stunting penting untuk kemajuan sebuah negara. Bayangin kalau Indonesia pendapatan per kapitanya naik maka Indonesia dengan jumlah penduduk saat ini bisa menempati empat ekonomi besar dunia saat bonus demografi,” kata Budi. Sementara itu, Budi pun menekankan pentingnya pencegahan stunting dari hulu melalui pasangan yang akan menikah. Sebab, pencegahan dari hulu lebih baik ketimbang melakukan intervensi kepada anak yang telah terlahir stunting. “Jadi pencegahan dari hulu penting dengan pemeriksaan HB. Kita sediakan tablet penambah darah gratis dari Kemenkes. Lalu lingkar lengan juga tidak boleh kurang dari 23,5,” ucapnya. Sementara itu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan bahwa pihaknya berusaha keras untuk menurunkan angka stunting dengan melakukan kerja tim bersama Bupati/Walikota se Jawa Barat dengan menggelar pertemuan setiap tiga bulan sekali. “Di Jawa Barat stunting bukan urusan Dinas Kesehatan tapi semua dinas, OPDKB mengurus stunting kalau sudah urusan peradaban semua turun tangan dan kepala daerah,” kata pria yang disapa Kang Emil ini. Menurut Kang Emil, para Bupati dan Walikota di Jawa Barat sangat peduli terhadap stunting karena akan memengaruhi citra kepemimpinan mereka jika stunting di daerahnya masih tinggi. Untuk menghadapi bonus demografi, kata Kang Emil, ada dua hal yang harus dipersiapkan diantaranya memahami ekonomi digital dan menciptakan sumber daya manusia yang unggul bebas stunting. Kang Emil pun berterima kasih kepada BKKBN yang telah banyak membantu Jawa Barat dalam rangka percepatan penurunan stunting. <strong>Sumber: Media Center BKKBN</strong> <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/eHu0PWsjy1A
Discussion about this post