“2013 saya pulang ke Kabaena, bertemu keluarga dan menikah. Lalu kembali lagi ke Madinah menuntaskan studi, dan 2017 pulang kampung,” kisahnya.
Saat menyebut nama istri dan mertuanya, saya langsung mahfum. Mertua perempuan ustad Fahmi adalah guru saya saat di SD. Istrinya adalah cucu dari pembawa syiar Islam pertama di Kabaena, Kyai Haji Daud. Ini bukan keluarga biasa.
Setelah pulang kampung itulah dia mulai berpikir untuk melakukan sesuatu bagi daerahnya. Amatan pertamanya, banyak remaja dan anak-anak melakukan aktivitas tak berfaedah yang potensi ke arah pelanggaran hukum. Ia memilih jalur agama Islam, seperti ilmu yang ia kuasai.
Hal pertama yang ia pikirkan adalah membuat tempat khusus mereka yang ingin belajar menghafal Alquran. Rumah sang nenek di Teomokole ia sulap jadi tempat belajar.
“Itu 2018, ternyata sambutannya luar biasa. Mereka yang masih tahap membaca alias Iqra, belajarnya di masjid. Guru mengaji di kampung masih ada. Saya hanya fokus di hafalan saja,” tutur suami dari seorang dokter di Puskesmas Kabaena ini.
Kelahiran Rumah Quran di Teomokole, ternyata menginspirasi desa lain untuk membuka hal serupa. Sepanjang ada tempat dan ada yang bersedia jadi instruktur, sila dibangun.
Kini, anak-anak Rumah Quran yang dibangun Ustad Fahmi sudah sangat dikenal. Mereka punya seragam tersendiri dan amat dihargai. Kemampuan mereka menghafal Alquran sungguh luar biasa. Beberapa diantaranya bahkan sudah ada yang bisa menuntaskan hafalan juz 30.
Baginya, itu sungguh sebuah kenikmatan yang sulit dilukiskan. Niatnya perlahan memperlihatkan hasilnya. Impiannya, Pulau Kabaena kelak bakal dipenuhi hafiz dan hafizah.
Lima rumah quran yang dibangunnya itu bernaung di sebuah yayasan yang ia bentuk, bernama Darul Madinah Almunnawarah. Ustad Fahmi tak berhenti hanya sekadar menjadikan anak-anak Pulau Kabaena sebagai hafiz dan hafizah.
“Saya ingin mereka juga punya pengetahuan agama yang lain, termasuk pengetahuan umum serta skill memadai untuk melalui peradaban dunia yang tidak selalu mudah,” katanya.
Berbekal akta yayasan yang sudah berbadan hukum, Ustad Fahmi lalu menggagas lahirnya pondok pesantren di Kabaena.
Lahan sudah ia bebaskan, beberapa bangunan sudah pula ia dirikan bahkan sejak tahun 2021 ini, sudah ada 15 orang santri ia terima dan diasramakan. Tapi kisah soal pesantren sang ustad keren ini, biarlah saya ceritakan di lain waktu.
Kalau diteruskan di catatan ini, bakal kepanjangan dan membosankan. Mungkin eesok…atau di lain hari..! Kapan-kapanlah (bacanya jangan sambil nyanyi ya…!)
Sebelum kami berpisah malam itu, ustad Fahmi lagi-lagi bikin saya keki.
“Pa Abdi, rumahnya kita yang di Rahampuu itu kan? Kita tetanggaan berarti. Saya sedang bangun rumah di samping rumahnya kita itu…” katanya, pelan.
Ya Allah, saya memang sempat melihat ada rumah yang baru dibangun di samping rumah saya di kampung, hanya dijeda dua rumah lain. Kenapa pemiliknya justru saya baru kenal sekarang? Tetangga macam apa saya ini…!.(***)
Penulis: Penyuka Kopi
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post