Sementara itu, jauh sebelumnya Islam sudah memuliakan kedudukan wanita dan memiliki hak-hak yang sama dengan pria, selama tak bertentangan dengan fitrah dan hukum syara. Bukan mencakup seluruh aspek kehidupan, namum mesti sejalan dengan hukum-hukum-Nya.
Seperti Ghaziyah binti Jabir bin Hakim ad-Dausiyyah, atau lebih dikenal dengan gelar Ummu Syuraik. Ia adalah salah seorang wanita Quraisy yang berasal dari kabilah Ghathafan yang sangat disegani oleh bangsa arab kala itu. Wanita ini mempunyai andil besar dalam dakwah, terutama pada awal masa kemunculannya.
Kecintaan dan keimanan yang membaja membuat Ummu Syuraik membaktikan hidupnya untuk mengibarkan panji-panji Islam. Keadaan dirinya yang hanya seorang perempuan tidak membuatnya terkungkung dan terhalang dalam dakwah, bahkan hal itu menjadi keuntungan baginya.
Begitu pun Asma’ binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris Al-Anshariyah Al Ausiyyah Al Asyhaliyah shahabiyah Anshar yang pertama masuk Islam yang keilmuannya sangat luas. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr bahwa Asma’ adalah seorang wanita yang cerdas dan bagus agamanya.
Asma’ ikut aktif mendengar hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sering bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia paham urusan agama. Oleh karena itu, ia menjadi ahli hadis yang mulia, sehingga mendapat julukan “juru bicara wanita”.
Karena itu, dari kisah di atas menggambarkan Islam tak pernah membedakan antara kedudukan wanita dan pria dalam memperoleh apa-apa yang seharusnya didapatkan seperti dalam memperoleh pendidikan dan lain sebagainya, selama hal itu tidak menyalahi kodratnya. Oleh sebab itu, salah besar anggapan para feminis yang menyatakan bahwa Islam mendiskriminasikan wanita.
Dengan demikian, sungguh perjuangan Kartini bukan perjuangan yang menginginkan persamaan hak-hak antara wanita dan pria dalam seluruh aspek, sebagaimana yang diperjuangkan oleh aktivis feminis, sebab secara fitrah keduanya berbeda.
Karena sesungguhnya syariat telah memberi hak dan kewajiban keduanya sesuai dengan porsi mereka masing-masing. Sehingga dengan adanya hal itu akan terjadi keseimbangan bagaimana hak dan kewajiban yang sesungguhnya antara pria dan wanita. Wallahu a’lam bi ash-shawab.(***)
Penulis: Freelance Writer
Jangan lewatkan video populer:
https://www.youtube.com/watch?v=XPTfDD4NCEg
Discussion about this post