Kebijakan harus berkeadilan. Jika kebijakan itu diskriminatif maka, tambah Rafani, pelanggaran terhadap konstitusi dan bertentangan dengan Pancasila.
“Amanat konstitusi tegas, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, demikian termaktub dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pendidikan yang merata adalah hak seluruh anak bangsa, dan kewajiban negara memenuhinya,” ucapnya.
View this post on Instagram
“Hasil survei Unicef misalnya, ada 938 anak usia 7 hingga 18 tahun putus sekolah, dan 74 persen disebabkan tidak memiliki biaya, ini hasil survei Unicef terkait angka putus sekolah di Indonesia saat pandemi Covid-19. Ini masalah besar, cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi amanat konstitusi tidak benar-benar diperhatikan oleh negara, angka putus sekolah ini memberi bukti bahwa kebijakan pendidikan salah arah,” sambung dia.
Masih banyak lagi, masih kata dia, kebijakan kontroversi Mas Menteri yang sejak dilantik Presiden membuat kegaduhan di publik. Terakhir yang gaduh soal pembubaran Badan Nasional Standarisasi Pendidikan. Padahal amanat UU Sisdiknas secara tegas bahwa Badan Standarisasi harus mandiri, pembubaran BNSP dan diganti dengan lembaga lain langsung berada dibawah Mendikbud itu jelas bertentangan dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kebijakannya kontroversi, kebijakannya tidak berkeadilan, realitas pendidikan sudah berada diambang darurat, hampir dua tahun terjadi loss learning. Dikhawatirkan terjadi loss generation. Ketimpangan pendidikan semakin menganga, namun kebijakannya masih salah jauh dari solusi.
Discussion about this post