<strong>Oleh: Hamsia</strong> Kasus kekerasan seksual terhadap anak sudah menjadi hal yang biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat sampai saat ini, dan jumlahnya dari waktu ke waktu semakin meningkat. Seperti kasus yang menimpa anak dibawah umur di Kabupaten Konawe Selatan (konsel) mengalami peningkatan, pada tahun 2020 telah terjadi 36 kasus. Hingga November 2021 ada 55 kasus anak dan paling mendominasi adalah kasus kejahatan seksual pada anak. Hal itu berdasarkan data dari Pendamping Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Wilayah Konsel, Helpin. Dimana dari Januari hingga September 2021 Helpin telah mendampingi 50 kasus anak. Namun, di Oktober hingga September ini ada tambahan 5 kasus sehingga dengan mencuatnya kasus baru, angka ksus kejahatan pada anak bertambah menjadi 55 kasus. <strong>Akar Masalah Kekerasan Seksual Pada Anak</strong> Tak dapat dipungkiri jika maraknya kekerasan seksual terhadap anak dari waktu ke waktu sesungguhnya menunjukan gambaran masyarakat yang sakit. Bahkan, dapat dikatakan masyarakat yang rusak, semua ini terjadi karena penerapan sistem kehidupan rusak yaitu sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Berbagai solusi yang diberikan pemerintah agar kekerasan seksual pada anak ini bisa berhenti, mulai dari sanksi bagi pelaku kejahatan hingga memberikan edukasi dampak negatif dari kasus tersebut. Namun nayatanya, solusi tersebut seakan tidak berpengaruh terhadap kasus ini, bahkan angkanya terus naik setiap tahunnya. Ditambah lagi sistem kapitalis tidak konsisten dalam menerapkan sanksi secara tegas, bahkan sanksinya bisa diringankan dengan jaminan uang. Alhasil, para pelaku tindak kejahatan seksual tidak memiliki efek jera, dan orang lain tidak takut melakukan kejahatan serupa. Apalagi ditambah faktor teknologi informasi yang makin massif yang tidak menjaga arus peredaran pornoaksi dan pornografi. Hal tersebut lahir dari budaya barat yang menuhankan ide kebebasan dari sistem kapitalis sekuler. Data dari Unicef menyatan bahwa tingginya pengguna internet di seluruh dunia dengan adanya smartphone mendorong budaya ‘kamar tidur’, dimana sesorang akan banyak menghabiskan waktu sendiri dalam kamar dengan akses yang bebas ke internet dan biasanya kurang mendapatkan pengawasan (Unicef, 2017). Secara lansung, media sosial bukan hanya tulisan, tapi gambar, video dan sebagainya yang bisa diakses pada akhirnya muncul banyak kekerasan akibat belajar dari media sosial dan menjadi pemicu untuk mempraktikan pada video yang ditontonnya. Ditambah lagi, hilangnya visi lembaga penyiaran sebagai media edukasi, menjadikan tayangan hanya berputar pada kepentingan tertentu. Jika sistem sekuler terus dipertahankan, maka kekerasan seksual akan terus terjadi dan akan menjadi wabah yang menjijikkan di negeri mayoritas Muslim ini. Dengan tidak tegasnya negara dalam memberantas kekerasan seksual dan hukuman yang diberikan juga tidak memberi efek jera. Penetapan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual atau pelaku kemaksiatan janganlah menggunakan aturan manusia. Menggunakan standar perasaan, standar mayoritas manusia atau aturan buatan akal manusia pasti tidak akan memberikan efek jera. Kasus kekerasan terhadap anak dalam sistem sekuler jelas akan terus terjadi. Sebab, para penguasa tidak memberikan solusi tuntas hingga ke akarnya. Bahkan, solusi yang diberikan selalunya memberikan penyesalan semu dan terkadang menimbulkan masalah baru. <strong>Islam Solusinya</strong> Islam adalah aturan hidup yang sempurna yang diturunkan Allah SWT memberikan aturan yang lengkap dan menyeluruh untuk menyelesaikan persoalan hidup manusia, termasuk kekerasan seksual terhadap anak. Islam melarang benda dan aktivitas yang memberi peluang terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, seperti pornografi, baik dalam membuat, menyebarkan atau menikmatinya. Islam juga melarang usaha menggunakan sesuatu yang haram. Penaganan kasus kejahatan seksual membutuhkan solusi yang menyeluruh bukan selama ini yang dilakukan oleh pemerintah. Secara mendasar, syariah Islam mengharuskan negara senantiasa menanamkan akidah Islam dan membangun ketakwaan individu yang didukung oleh kontrol sosial masyarakat akan jauh lebih baik dibandingkan jika dimiliki oleh individu saja. Negara sebagai penjaga akidah umat, wajib membentengi dan melindungi masyarakat dari budaya hidup yang tidak Islami, misalnya pornografi, penyimpangan seksual, liberalisme dan lain-lain. Negara wajib menjatuhkan sanksi tegas kepada pelaku tindak kriminal. Agar masyarakat tidak rusak oleh perilaku mereka. Islam tidak hanya mengajarkan cara sholat, dan cara beribadah lainnya. Tapi Islam juga mengajarkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan dan sebagainya. Firman Allah “pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku dan telah kuridhoi Islam itu sebagai agamamu.” (QS. Al Maidah 3). Di sisi lain, Islam memiliki sistem yang komprehensif, mampu menyelesaikan segala problematika umat, termasuk kekerasan seksual pada anak. Dalam Islam negara memiliki tanggung jawab besar terhadap penyelesaian berbagai masalah yang menimpa rakyatnya. Negara wajib menerapkan sistem sosial yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, sesuai dengan ketentuan syariat. Baik laki-laki maupun perempuan wajib menjaga auratnya, tidak boleh berkhalwat ataupun berikhtilat, serta menjaga pandangannya (gadhul bashar). Setiap individu juga dilarang untuk melakukan pornoaksi atau pornografi. Sehingga terhindar dari naluri seksual yang tak terkendali, yang mengancam anak dari pencabulan, kekerasan atau kejahatan seksual. Tak sampai di situ negara juga akan menutup semua mata rantai penyebaran situs-situs porno di berbagai media yang akan mampu menimbulkan syahwat para laki-laki. Selain itu negara juga akan memberikan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku. Dimana sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku. Dimana sanksi tersebut mampu memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain. Oleh karena itu, jika ingin memberantas secara tuntas kekerasan kepada anak, termasuk kekerasan seksual, tidak ada pilihan lain kecuali kembali kepada aturan Allah secara kaffah. Karena Allah ialah dzat yang maha yahu atas segala sesuatu, maha tahu apa yang terbaik untuk manusia. Sehingga hal tersebut akan mampu mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap anak, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan dimana pun. Wallahu a’lam bisshawab.(***) <strong>Penulis merupakan Komunitas Peduli Anak</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/VRMNu2xWe4A
Discussion about this post