PENASULTRAID, BALI – Ancaman kekeringan semakin nyata bagi industri kelapa sawit di Indonesia. Beberapa wilayah dengan tingkat defisit air tinggi, seperti Lampung, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan, mengalami penurunan produksi signifikan akibat kurangnya pasokan air yang cukup.
Berdasarkan data dari SMART Research Institute (SRI), defisit air yang tinggi dapat menyebabkan penurunan produksi sawit hingga 8-10% per tahun. Jika kondisi ini terus berlanjut, total potensi kerugian bagi industri bisa mencapai 4,6 miliar dolar AS per tahun.
“Perubahan iklim semakin sulit diprediksi, dan dampaknya terhadap sektor perkebunan sangat besar. Oleh karena itu, kami mengembangkan solusi berbasis genetik untuk menciptakan bibit sawit yang lebih tahan terhadap kekeringan,” ujar Reni Subawati, peneliti dari SRI dalam keterangannya, Jumat 14 Februari 2025.
SRI telah mengembangkan metode seleksi tanaman berbasis Drought Factor Index (DFI) dengan memanfaatkan teknologi Chlorophyll Fluorescence. Teknik ini memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi tanaman yang memiliki tingkat toleransi lebih tinggi terhadap kondisi kekeringan dengan cara yang lebih cepat dan efisien.
Setelah melakukan penelitian selama lebih dari satu dekade, tim peneliti berhasil menguji 1.400 progeni dari 113 famili bibit sawit. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan 14 kandidat varietas toleran, dengan dua varietas unggulan yakni SD14 dan SD63.
Discussion about this post