PENASULTRA.ID, BAUBAU – Di era kekinian, hampir semua hal coba dibuat dengan menggunakan cara modern. Namun, hal itu tampaknya belum berlaku bagi kelompok penenun di Kota Baubau yang memberi nama kelompoknya dengan sebutan Kelompok Tenun Samasili.
Terletak di Kelurahan Tanganapada, Kecamatan Murhum, Kelompok Tenun Samasili masih memelihara tradisi turun temurun di tanah Buton tepatnya di daerah eks pusat Kesultanan Buton. Para penenun pada kelompok ini masih menggunakan alat konvensional dalam membuat tenunan sarung tenun khas Buton.
Alat yang digunakan yakni gedogan. Gedogan adalah alat tenun yang relatif sederhana, yang cara penggunaannya dengan cara memangku atau menggendong alatnya sambil penenun duduk di lantai. Alat ini dilengkapi beberapa alat pelengkap tradisional lainnya, salah satunya dalam bahasa Buton disebut tapua.
Tapua terbuat dari kayu dengan rancangan yang khas, digunakan sebagai pintalan benang-benang yang telah diatur sedemikian rupa kemudian ditenun dengan menggunakan beberapa alat pendukung. Tidak hanya sebagai alat tenun, tapua juga merupakan simbol kekayaan budaya dan warisan leluhur yang dijaga dengan penuh kebanggaan dan masih tetap lestari sampai sekarang.
“Selain tapua, ada beberapa alat pelengkap lainnya yaitu balida, pando-pando, tali kundo dan kakuti,” kata Koordinator Kelompok Tenun Samasili Kelurahan Tanganapada, Ratna, Rabu 29 November 2023.
Pada dasarnya, alat-alat tersebut terbuat dari kayu dan bambu dengan fungsi yang berbeda-beda dan merupakan satu kesatuan yang tidak boleh terpisahkan.
Menurutnya, pihaknya telah menenun berbagai jenis sarung tenun khas Buton. Diantaranya sarung tenun motif Katamba Gawu. Jenis sarung ini menampilkan pola bergaya etnis yang khas dengan warna-warna cerah dan kuat. Motif sarung jenis ini terinspirasi oleh langit yang berwarna biru cerah dengan warna dasar biru dan putih.
Discussion about this post