Besarnya beban biaya operasional ini disebabkan kebijakan ekonomi pemerintah yang memaksa PLN membeli sumber energinya dengan harga yang dikehendaki oleh perusahaan-perusahaan asing yang memegang kendali dalam industri minyak, gas, dan batubara. Sungguh, permasalahan energi listrik tak akan pernah selesai selama sistem kapitalisme sekuler masih kokoh berdiri di negara ini. Sebab, sistem inilah yang menyebabkan Liberalisasi energi.
Jika rakyat menginginkan listrik murah dan berkualitas maka, negeri ini wajib memiliki aturan paripurna mengadopsi sistem yang berasal dari Allah SWT yang menciptakan manusia dan semesta alam ini. Dalam pandangan Islam, listrik merupakan milik umum, dilihat dari dua aspek: Aspek pertama, listrik yang digunakan sebagai bahan bakar masuk dalam kategori “api” yang merupakan milik umum. Nabi Saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Termasuk dalam kategori api tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya.
Aspek kedua, sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik baik oleh PT PLN maupun swasta sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar, seperti migas dan batu bara yang juga milik umum. Karena, milik umum maka bahan tambang seperti migas dan batu bara haram dikelola secara komersial, baik oleh perusahaan milik negara maupun pihak swasta.
Juga haram hukumnya mengomersialkan hasil olahannya seperti listrik. Dengan demikian, pengelolaan listrik tidak boleh diserahkan pada pihak swasta apa pun alasannya. Negara bertanggung jawab sedemikian rupa sehingga setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan listriknya, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dengan harga murah bahkan gratis untuk seluruh rakyat, baik kaya atau miskin, muslim maupun nonmuslim.
Wallahu a’lam bisshowwab. (**)
Penulis merupakan Pemerhati Masalah Publik
Jangan lewatkan video populer:
https://youtu.be/_giIl2XcPu0
Discussion about this post