“Berarti, apapun bentuk kebijakan pemerintah untuk menyusun strategi pemulihan nampaknya tidak memiliki efek signifikan,” jelas Rusdianto.
Data kemenkop UKM, 2021 mencatat penyaluran beragam dana bantuan pada 7 Oktober 2020 hingga Oktober 2021 yakni penyaluran subsidi bunga telah terealisasi sebesar Rp3,69 triliun, kemudian realisasi penempatan dana untuk restrukturisasi capai Rp78,78 triliun, realisasi belanja IJP capai Rp52,94 miliar. Kemudian, realisasi PPh final sebesar Rp410 miliar dan realisasi pembiayaan investasi kepada koperasi sebesar Rp1 triliun.
Banpres tahap awal dianggarkan sebesar Rp22 triliun kepada 9,1 juta pelaku usaha mikro, sedangkan untuk tahap lanjutan dianggarkan menjadi Rp28,8 triliun bagi 12 juta pelaku usaha. Realisasi bantuan tersebut sebagaimana tercatat per 6 Oktober 2020 telah tersalurkan sebesar Rp21,86 triliun atau hampir 100 persen kepada 9,1 juta pelaku usaha mikro hingga saat ini Oktober 2021.
Selama pandemi kinerja kegiatan usaha berimbas terhadap kapasitas produksi terpakai (KPT) dan penggunaan tenaga kerja (PTK) sektor perikanan. Pemerintah hingga saat ini, masih sibuk berlakukan PPKM Level 1-4 khusus Jawa-Bali, artinya permintaan komoditas hasil sektor kelautan perikanan di pasar internasional maupun lokal bakal menurun dan mempengaruhi demand serta pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
“Upaya habis-habisan pemerintah dalam memulihkan sektor perikanan ini, tak menemukan solusi yang baik. Padahal kelautan dan perikanan salah satu pilar ekonomi nasional yang sangat penting. Sayangnya di masa krisis pandemi Covid-19, kali ini sektor perikanan: PDB, NTN, NTPi, UMKM, IKM Koperasi dan bantuan modal khusus perikanan tak bisa diangkat dan sangat terpukul,” beber Rusdianto.
Tumbangnya kelautan-perikanan dalam krisis kali ini dikarenakan pandemi Covid-19 telah menghajar sisi suplai dan demand, sehingga membuat sektor ini terpojok dan tidak berdaya dalam membantu pemulihan ekonomi nasional. Namun, Kementerian Kelautan-Perikanan selalu menyampaikan data-data diluar rasionalitas dan fakta lapangan.
Dari sisi suplai, permasalahan yang dihadapi sektor kelautan-perikanan, yakni produksi dan distribusi yang terhambat dan sulitnya mengakses tambahan permodalan. Sedangkan, permintaan, pembatasan aktivitas dan kekhawatiran masyarakat atas penularan Covid-19 yang begitu masif menjadi faktor utama penurunan permintaan konsumen atas produk-produk hasil olahan perikanan.
Sementara itu, KKP juga alami kegagalan dalam menekan kerusakan lingkungan. Dampak terhadap masyarakat pesisir sangat rentan terhadap berbagai ancaman pencemaran baik yang berasal dari aktivitas investasi, deforestasi, domestik (marine debris), industri (pengolahan perikanan), perhubungan laut seperti tumpahan minyak (oil spill), banjir, maupun aktivitas lainnya.
Pencemaran ini akibatkan dampak buruk yang menyebabkan kerusakan masyarakat pesisir sehingga berbahaya bagi kesehatan, sosial ekonomi dan pendapatan maupun pencemaran lingkungan.
Menurut data The Global Change Institute and The Boston Consulting Group (2015), nilai aset kelautan dunia capai 24 triliun dollar AS yang terdiri dari potensi yang diambil langsung dari perikanan, mangrove, terumbu karang, dan padang lamun sekitar 6,9 triliun dollar AS, transportasi laut 5,2 triliun dollar AS, penyerapan karbon 4,3 triliun dollar AS, dan jasa lain 7,8 triliun dollar AS. Hampir dua pertiga produk kelautan tersebut bergantung pada laut yang sehat.
Sementara FAO merilis data tahun 2021 bahwa sekitar 90 persen stok perikanan dunia dalam kondisi mengkhawatirkan: 61 persen sudah mengalami tangkap penuh (fully exploited) dan 29 persen sisanya tangkap lebih (over exploited). Begitu pula tingkat kerusakan mangrove 3-5 kali dari laju deforestasi. Sekitar 29 persen padang lamun juga telah rusak. Begitu juga kerusakan terumbu karang dunia mencapai 50 persen; dan pada 2050, dengan kenaikan suhu seperti saat ini, terumbu karang akan musnah.
“Saat ini, bagi pemerintah, berarti harus lakukan konservasi 31 juta hektar diseluruh wilayah pesisir. Sementara, target KKP dalam program penanaman mangrove hanya berkisar 15 juta hektar. Namun, target tersebut jauh panggang dari api. Untuk mencapai target tersebut saja, sangat susah,” papar Rusdianto.
Kegagalan demi kegagalan kebijakan KKP perlu menjadi atensi semua pihak. Jelas, tergantung pada pemimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mampu atau tidak?. Kalau menghitung waktu kedepan, serasa tidak akan mampu untuk bekerja lebih baik dalam perbaikan sektor-sektor kelautan dan perikanan.
Apalagi, masalah penyelesaian regulasi, evaluasi kebijakan, sosial ekonomi, nilai ekspor rendah, PNBP rendah, PDB rendah hingga kerusakan lingkungan terjadi. Artinya, sektor kelautan dan perikanan mengalami masalah yang cukup berat dan tidak akan mampu memperbaiki situasi saat ini, apabila bukan orang yang tepat memimpin kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Maka, sangat wajar banyak stakeholders organisasi kelautan dan perikanan tidak merasakan kesejahteraan dari kebijakan KKP selamanya. Hanya dapatkan ketidakmampuan membenahi sektor kelautan dan perikanan. Jadi solusi dari kegagalan kinerja sektor kelautan-perikanan, Menteri KKP harus segera diganti dengan orang yang lebih professional,” kata Rusdianto memungkasi.
Editor: Irwan
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post