Tak kalah penting, Tari Maengket, sebagai manifestasi rasa syukur dan solidaritas sosial, menjadi medium ajar yang ia sebarkan lintas komunitas dan generasi. Lewat kerja kolaboratif di Sanggar Kamang Wangko Woloan, Armando mengubah tari tradisi menjadi jembatan dialog antar zaman.
Terakhir, Armando juga turut merekam dan menyebarluaskan kekayaan musik tradisi Minahasa, khususnya kolintang. Instrumen musik pukul ini tidak hanya dikenalnya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana ekspresi kolektif dan pengikat komunitas.
Lewat produksi video pertunjukan kolintang dari berbagai generasi, Armando menempatkan alat musik ini kembali dalam kesadaran budaya populer.
“Budaya tidak hanya butuh dikenang. Ia harus diperjuangkan agar tetap relevan, agar tetap menjadi nadi kehidupan,” ujar Armando dalam satu forum kebudayaan.
Apa yang dilakukan Armando bukanlah proyek sesaat. Ia menanam, memupuk, dan membagikan nilai-nilai budaya Minahasa agar tetap tumbuh dalam masyarakat yang kian modern. Konten digital yang ia hasilkan bukan sekadar viral, tapi bernilai historis dan edukatif.
Di pundak Armando Loho, tersimpan harapan agar budaya Minahasa tidak hanya dibaca sebagai catatan masa lalu, tetapi dijadikan pijakan masa depan. Dalam dirinya, budaya menemukan perpanjangan napas.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post