Dalam sistem self assessment, aparat pajak kemudian berubah menjadi pasif (tidak lagi berada pada posisi sangat dominan) dan sebaliknya wajib pajak menjadi sangat aktif.
Dalam sistem ini, wajib pajak memiliki kewenangan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penentuan penetapan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain itu, wajib pajak memiliki kewajiban melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terhutang dan telah dibayar melalui penyampaian SPT, baik SPT Masa maupun Tahunan.
Undang-undang perpajakan Indonesia yang dibuat dengan prinsip self assessment ini mewajibkan aparat pajak harus percaya sepenuhnya bahwa SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah benar, jelas dan lengkap. Sistem self assessment lebih memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para wajib pajak.
Undang-undang pajak mengatur bahwa SPT yang sudah disampaikan oleh wajib pajak adalah benar, sampai penelitian berdasarkan data dan atau informasi lain yang tersedia pada sistem informasi DJP menunjukkan sebaliknya.
Untuk menyatakan SPT tidak benar, aparat pajak tidak boleh sembarangan dan harus melalui proses dan tahapan yang sudah ditentukan oleh UU perpajakan.
Ketika ada data dan atau informasi lain atau berdasarkan penelitian atas SPT yang telah dilaporkan wajib pajak menunjukkan SPT ternyata tidak benar, aparat pajak wajib melakukan klarifikasi kepada wajib pajak.
Klarifikasi ini bisa dalam bentuk edukasi, pengawasan melalui pengiriman Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dan bahkan proses pemeriksaan jika semua upaya edukasi dan pengawasan tidak mendapat tanggapan dari Wajib Pajak dalam bentuk klarifikasi dengan didukung dokumen dan bukti-bukti yang memadai.
Perlu dipahami bahwa kewajiban aparat pajak melakukan klarifikasi dalam bentuk imbauan, surat, konsultasi dan bahkan pemeriksaan tersebut merupakan amanat dan perintah undang-undang.
Jika tidak melakukannya, aparat pajak dapat dikenakan sanksi ketika lembaga pengawasan pemerintah seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya ketidakcocokan antara SPT yang disampaikan oleh wajib pajak dengan data dan informasi yang tersedia dalam sistem informasi DJP.
Dengan demikian jelas bahwa kewajiban melaporkan SPT seperti yang banyak dikeluhkan Wajib Pajak sesungguhnya merupakan konsekuensi dari sistem perpajakan kita yang menganut prinsip self assessment.
Bagaimanapun, kita tak mungkin kembali ke sistem official assessment yang justru akan membuat wajib pajak berada pada posisi lemah (pasif) dan menempatkan aparat pajak pada posisi sangat kuat (aktif) serta sering menimbulkan isu keadilan dalam penerapannya.
Untuk mencegah pengenaan sanksi administrasi perpajakan, wajib pajak diimbau segera melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 sebelum batas waktu berakhir, yakni tanggal 31 Maret 2025.(***)
Penulis adalah Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja dan telah tayang di https://www.pajak.go.id/id/artikel/kita-yang-bayar-kita-juga-yang-disuruh-lapor
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post