Sungguh hal yang kontradiktif, bagaimana bisa suatu daerah diklaim mengalami perbaikan perekonomian sedangkan pengangguran dan kemiskinan masih berada pada garis bawah. Klaim perekonomian membaik seakan hanya sebuah mimpi bagi rakyat negeri ini. Sebab, negeri ini mengunakan kacamata kapitalis dalam mengukur taraf hidup kesejahteraan rakyatnya.
Dalam pandangan sistem kapitalis, pertumbuhan ekonomi didasarkan pada terjadinya peningkatan transaksi perdagangan dan hasil riil di lapangan. Kemudian, didasarkan juga pada nilai produk domestik bruto atas dasar harga konstan per kapita.
PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Sedangkan PDB dan PNB per kapita atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara (bps.go.id).
Hal ini menunjukkan jika pertumbuhan ekonomi tidak dilihat dari perekonomian perindividu rakyat, melainkan dari rata-rata. Sehingga, ketika rakyat mengalami kesulitan dalam membeli bahan pokok dan dalam pembiayaan hidupnya, maka tidak akan mempengaruhi kuantitas pertumbuhan ekonomi.
Begitu juga dengan besaran gaji yang diterima oleh pegawai, bukan menjadi landasan dalam perhitungan statistik pertumbuhan perekonomian suatu daerah.
Maka tak heran, walaupun angkat kemiskinan, pengangguran dan kelaparan di mana-mana tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Inilah kacamata kapitalis dalam mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara, maupun daerah.
Berbeda dengan Islam, Islam memandang jika pertumbuhan ekonomi suatu daerah dikatakan membaik jika di dalam daerah tersebut tidak ada rakyat yang miskin, pengangguran, bahkan kelaparan.
Rakyat sejahtera dan mampu memenuhi kehidupan mereka per individu, bukan mengunakan rata-rata sebab indikator pertumbuhan ekonomi bertumpu pada baitul mal dan berbasis kerakyatan.
Jika suatu daerah mengalami kemacetan ekonomi, pengangguran di mana-mana, kelaparan dan kemiskinan menghantui, maka negara memiliki kewajiban untuk mengelola perekonomian tersebut dengan berbagai cara.
Pertama, negara mendorong setiap kepala keluarga untuk bekerja sesuai kemampuannya. Negara juga memberikan modal usaha setiap individu yang ingin melakukan usaha dengan mengambil anggaran dari Baitul Mal.
Discussion about this post