“Disini Kita bisa berperan dalam distribusi crude Oil, batubara ataupun LNG. Jadi, harusnya kita bersiap, baik dari sisi komoditasnya maupun kapal-kapal pengangkutannya,” ujar Hakeng.
Pendiri dan Pengurus dari Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) itu mendorong pihak Indonesian National Shipowners Association (INSA) untuk melihat serta memanfaatkan peluang ini. Misalnya dengan mendorong anggota INSA menyediakan kapal-kapal pengangkut crude oil, batubara maupun LNG.
“Pemerintah Indonesia juga harus bisa mendorong INSA untuk mengambil peluang ini. Pemerintah harusnya dapat melakukan pemetaan terkait peningkatan kebutuhan batubara dalam waktu dekat dari Eropa dan China serta meminta para pengusaha batubara untuk melakukan persiapan mengantisipasinya,” ucap dia.
Sebagai gambaran, masih kata Hakeng, negara Italia melalui Perdana Menteri Mario Draghi menyatakan akan mengaktifkan kembali pembangkit batu bara akibat dari kenaikan harga gas alam di Eropa. Italia merupakan salah satu negara yang bergantung pada pasokan gas dari Rusia. Sebab, 45 persen gas diimpor dari Rusia dan mengalami peningkatan sekitar 27 persen dalam 10 tahun terakhir.
Pengusaha batubara Indonesia, menurut dia, berpeluang melakukan perdagangan batubara dengan Italia atau negara eropa lainnya. Apalagi Indonesia tercatat sebagai negara keempat di dunia sebagai pengekspor batubara. Begitu pula secara tidak langsung akan menghidupkan pula bisnis pengangkutan kapal batubara. Selain itu juga membuka peluang bagi pekerja kapal atau pelaut Indonesia mengoperasikan kapal-kapalnya.
“Namun yang pernah menjadi nahkoda di atas kapal-kapal super tanker milik PT Pertamina mengingatkan kepada pemerintah, pemilik kapal serta biro-biro penempatan tenaga kerja pelaut, agar mengantisipasi resiko ketika kapal melewati area War Risk Zone (WRZ),” tuturnya.
Ia berharap, pemilik kapal yang mempekerjakan pelaut Indonesia harus mewaspadai WRZ. Jalur WRZ harus dapat dipotret dengan baik. Bagi pelaut yang bekerja di atas kapal melayani rute yang sedang berkonflik, maka mereka berhak atas asuransi WRZ bagi kapal dan ABK-nya. Selain itu juga harus ada WRZ allowance bagi pelaut yang melintasi wilayah konflik tersebut.
Penting juga, lanjut dia, bagi semua untuk memahami bahwa terdapat potensi kapal yang sedang berlayar ditangkap oleh otoritas dari salah satu pihak yang sedang bertikai jika berlayar dengan kapal berbendera dari salah satu negara yang bertikai tersebut.
“Jika tertangkap, maka terdapat kemungkinan menjadi tahanan perang. Ingat kasus yang terjadi terhadap kapal Rwabee sedang berlayar ditangkap pemberontak Houthi sehingga ABK kapal tersebut dijadikan tahanan perang,” tandas Hakeng.
Editor: Basisa
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post