Oleh karena itu, kalau ada pihak yang merasa sebagai pemilik draf tersebut, dinilai mencederai kebersamaan dan akan berhadapan dengan konstituen Dewan Pers yang selama ini telah memberikan kontribusi dalam dalam penyusunannya.
Sedangkan Herik melihat sebuah keanehan apabila draf yang disusun bersama itu diklaim oleh kelompok lain.
“Dewan Pers harus terbuka dan bisa menyatukan draf Perpres tersebut. IJTI siap mengawal rancangan Perpres media sustainability,” ujar Herik menegaskan.
Sementara itu, Wens Manggut menambahkan. Baginya yang penting adalah dalam penyusunannya harus klir (jelas) mengatur mengenai fungsi dari lembaga yang akan menjalankan Perpres. Lembaga tersebut juga harus bisa mengambil posisi dan hubungannya dengan Dewan Pers.
Manggut tak sepakat dengan konsep remunerasi. Ia lebih melihat itu sebagai bagi hasil (sharing revenue) karena ini menunjukkan kinerja media dalam memproduksi konten berkualitas.
Ia menyarankan agar Dewan Pers mengirim surat ke Presiden untuk memperjelas soal ini. Intinya kalau pemerintah menerapkan kebijakan satu pintu, itu akan lebih mudah.
Yono pun menimpali. Bila ada pihak yang bersikap eksklusif dan hanya mementingkan kelompoknya, kata dia, itu berbahaya.
“Gerombolan yang eksklusif hanya mementingkan kelompoknya, itu tidak berkeadilan. Dewan Pers harus menjaga kemandirian dan keadilan,” paparnya.
Harapan yang sama juga disampaikan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) yang diwakili oleh Maulana sebagai wakil sekjen.
Discussion about this post