Inilah tabiat sistem demokrasi. Sistem yang menjadi akar penyebab kasus korupsi dan praktik-praktik kecurangan lainnya. Sesungguhnya sistem demokrasi adalah sistem pemerintahan yang tegak berdasarkan asas sekularisme yaitu paham yang memisahkan peran agama dalam mengatur tatanan kehidupan. Aturan agama, khususnya agama Islam sangat diharamkan untuk menjadi sebuah sistem aturan bagi masyarakat dan bernegara.
Untuk itu harus dilakukan pembenahan terhadap sistem yang diterapkan di negeri ini, sistem sekuler yang jelas-jelas mengundang kerusakan, tak pantas untuk dipertahankan. Rakyat harusnya sadar, bahwa solusi pemberantasan korupsi hanya bisa diselesaikan dengan sistem yang paling tegas komitmennya dalam menangani masalah korupsi.
Cara Islam Menuntaskan Kasus Korupsi
Sistem Islam adalah sistem yang menjaga umat dari bentuk-bentuk kemaksiatan. Dengan basis akidah Islam, individu akan dibentuk pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan nilai-nilai islam. Dengan kesadaran seperti ini, umat akan berusaha menghindari segala bentuk perbuatan haram baik di jajaran penguasa, kelompok masyarakat, serta individu.
Islam akan membentuk kehidupan yang bersih dan jauh dari segala bentuk kerusakan, tentunya dengan basis sistem penerapan hukum Islam secara kaffah. Penerapan syariat Islam secara totalitas sejatinya menjadi bukti keimanan kita kepada sang Khaliq, olehnya itu ketaatan kita kepada Allah SWT menuntut kita menjalankan kehidupan sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan berdasarkan hawa nafsu semata.
Islam juga akan melahirkan sistem politik yang menjamin fungsi negara sebagai pengurus rakyat akan terlaksana. Selain itu, sistem hukum berbasis aqidah Islam, akan berusaha menjaga keadilan di tengah masyarakat.
Pengadilan Islam tidak pandang bulu dalam menjatuhkan hukuman kepada siapa pun, meskipun itu kepada jajaran pemerintahan. Asalkan terbukti salah dan dikuatkan dengan saksi, maka sanksi tersebut akan dijatuhkan kepada para pelaku maksiat. Bukan hanya memberikan efek jera, namun sistem sanksi ini diyakini bisa menghapus dosa di hari akhir kelak.
Dalam sejarah Islam, Rasulullah pernah menyita harta yang dikorupsi pegawainya. “Nabi pernah mempekerjakan Ibn Atabiyyah, sebagai pengumpul zakat. Setelah selesai melaksanakan tugasnya Ibn Atabiyyah datang kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku…’ lalu Rasulullah bersabda, Seorang pegawai yang kami pekerjakan, kemudian dia datang dan berkata, ‘Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku. Apakah tidak lebih baik dia duduk (saja) di rumah bapak/ibunya, kemudian dapat mengetahui apakah dia diberi hadiah atau tidak. Demi Zat yang nyawaku ada di tangan-Nya, salah seorang dari kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa unta di lehernya…’” (HR Bukhari-Muslim, Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Khilafah, hlm. 119).
Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya “Nizhamul Uqubat” menjelaskan kasus korupsi dalam Islam disebut perbuatan khianat. Dan tidak termasuk definisi mencuri (sariqah). Karena perbuatan tersebut termasuk penggelapan uang yang diamanatkan dan dipercayakan kepada seseorang.
“Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk korupsi), orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret. (HR Abu Dawud).
Menurut KH. Hafidz Abdurahman, korupsi ini tidak termasuk mencuri dalam pengertian syariat, maka kejahatan ini tidak termasuk dalam kategori hudud. Tetapi, masuk dalam wilayah ta’zir, yaitu kejahatan yang sanksinya diserahkan kepada ijtihad hakim. Sanksinya bisa berbentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.
Inilah konsep Islam dalam memberantas segala bentuk kemaksiatan, termasuk kasus korupsi. Konsep seperti ini tidak akan lahir dari sistem yang menjauhkan peran pencipta dalam mengatur kehidupan, seperti sistem demokrasi. Jika demokrasi telah nyata tak mampu menyelesaikan masalah korupsi, mengapa masih dipertahankan?
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(Qs. Al-A’raf: 96). Wallahu ‘alam bi shawwab.(***)
Penulis: Relawan Media
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post