Islam juga akan melahirkan sistem politik yang menjamin fungsi negara sebagai pengurus rakyat akan terlaksana. Selain itu, sistem hukum berbasis aqidah Islam, akan berusaha menjaga keadilan di tengah masyarakat.
Pengadilan Islam tidak pandang bulu dalam menjatuhkan hukuman kepada siapa pun, meskipun itu kepada jajaran pemerintahan. Asalkan terbukti salah dan dikuatkan dengan saksi, maka sanksi tersebut akan dijatuhkan kepada para pelaku maksiat. Bukan hanya memberikan efek jera, namun sistem sanksi ini diyakini bisa menghapus dosa di hari akhir kelak.
Dalam sejarah Islam, Rasulullah pernah menyita harta yang dikorupsi pegawainya. “Nabi pernah mempekerjakan Ibn Atabiyyah, sebagai pengumpul zakat. Setelah selesai melaksanakan tugasnya Ibn Atabiyyah datang kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku…’ lalu Rasulullah bersabda, Seorang pegawai yang kami pekerjakan, kemudian dia datang dan berkata, ‘Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku. Apakah tidak lebih baik dia duduk (saja) di rumah bapak/ibunya, kemudian dapat mengetahui apakah dia diberi hadiah atau tidak. Demi Zat yang nyawaku ada di tangan-Nya, salah seorang dari kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa unta di lehernya…’” (HR Bukhari-Muslim, Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Khilafah, hlm. 119).
Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya “Nizhamul Uqubat” menjelaskan kasus korupsi dalam Islam disebut perbuatan khianat. Dan tidak termasuk definisi mencuri (sariqah). Karena perbuatan tersebut termasuk penggelapan uang yang diamanatkan dan dipercayakan kepada seseorang.
“Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk korupsi), orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret. (HR Abu Dawud).
Menurut KH. Hafidz Abdurahman, korupsi ini tidak termasuk mencuri dalam pengertian syariat, maka kejahatan ini tidak termasuk dalam kategori hudud. Tetapi, masuk dalam wilayah ta’zir, yaitu kejahatan yang sanksinya diserahkan kepada ijtihad hakim. Sanksinya bisa berbentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.
Inilah konsep Islam dalam memberantas segala bentuk kemaksiatan, termasuk kasus korupsi. Konsep seperti ini tidak akan lahir dari sistem yang menjauhkan peran pencipta dalam mengatur kehidupan, seperti sistem demokrasi. Jika demokrasi telah nyata tak mampu menyelesaikan masalah korupsi, mengapa masih dipertahankan?
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(Qs. Al-A’raf: 96). Wallahu ‘alam bi shawwab.(***)
Penulis: Relawan Media
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post