<strong><a href="http://penasultra.id/">PENASULTRA.ID</a>, MUNA</strong> – Mahkamah Konstitusi (MK) RI mulai menyidangkan 132 sengketa hasil Pilkada 2020 dimulai Selasa 26 Januari 2020. Salah satunya sidang gugatan pasangan calon (Paslon) bupati dan wakil bupati Muna LM Rajiun Tumada-La Pili (RAPI) digelar pada, Rabu 27 Januari 2021. Paslon RAPI yang diwakili tim kuasa hukumnya Andi Syafrani, Wiwin Winata dan Agung Wahyu Ashari mengajukan permohonan dengan puluhan bukti terkait sengketa hasil pada Pilkada serentak 2020 di Muna. Isu hukum perubahan nama LM Rusman Untung menjadi LM Rusman Emba selaku rival RAPI pada pesta demokrasi 2020 di Bumi Sowite menjadi poin utama permohonan yang dipaparkan Andi Syafrani didepan majelis hakim MK RI pada sidang pendahuluan, Rabu 27 Januari 2021. “Inti permohanan ini adalah terkait isu hukum mengenai perbedaan penulisan nama dan perubahan nama. Dimana perbedaan penulis nama secara hukum tidak memiliki kosekuensi hukum dalam artian harus ditetapkan putusan pengadilan. Sedangkan perubahan nama menurut ketentuan hukum baik dari undang-undang maupun ketentuan yang ditetapkan oleh KPU sebagai syarat dalam pencalonan mengisyaratkan adanya putusan atau ketetapan pengadilan,” kata Andi Syafrani saat membacakan permohanan pemohon di sidang pendahuluan di MK RI, Rabu 27 Januari 2021. “Menurut kami perubahan nama ini adalah cacat hukum bawaan yang berakibat pada cacat hukum hasil Pilkada Muna,” sambungnya. Masih kata Syafrani, fakta-fakta hukum, LM Rusman Untung tanpa diketahui kapan merubah namanya telah menuliskan namanya di KTP atau dokumen lainnya sebagai LM Rusman Emba. Belakangan lanjut dia, baru diketahui ada putusan pengadilan yang ditetapkan pada 24 September 2020, yakni sehari pasca SK termohon tentang penetapan Paslon di KPU. “Dan didalam putusan pengadilan tersebut, barulah diketahui adanya perubahan nama dari LM Rusman Untung menjadi LM Rusman Emba, ini satu hari setelah SK di KPU keluar,” ucap Syafrani. Dikatakannya, KPU saat itu tidak melakukan proses pengecekan terkait perubahan nama tersebut, padahal berdasarkan surat ketetapan KPU proses perubahan nama ini ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan. Lebih lanjut Syafrani, dalam SK penetapan calon, pemohon (RAPI) pada saat itu ditetapkan secara berbeda waktunya dengan pihak terkait. Pihak terkait ditetapkan beberapa hari sebelumnya yaitu pada 23 September 2020, sementara pemohon ditetapkan pada 1 Oktober 2020 karena alasan pemohon waktu itu diduga terpapar Covid-19. Karena adanya perbedaan jadwal itu, maka secara hukum pemohon tidak bisa mengajukan sengketa pemilihan ke Bawaslu dalam rangka meminta pembatalan SK KPU terkait penetapan pihak terkait. “Hal ini didasarkan karena perbedaan waktu yang kedua berdasarkan pasal 3 peraturan Mahkamah Agung (MA) nomor 11 tahun 2016 dimana dalam pasal tersebut disebutkan yang punya legal standing hanyalah paslon bukan bakal calon (Balon),” beber Syafrani. “Nah karena pemohon saat itu belum berstatus sebagai Paslon, maka hak pemohon untuk dapat mengajukan gugatan sengketa pemilihan ini, yang mana batasannya hanya tiga hari setelah SK termohon ditetapkan tidak dapat dilakukan,” imbuhnya. Yang menjadi kejanggalan terkait fakta-fakta tersebut, sambung Syafrani, Bawaslu Muna tidak melakukan tindakan inisiatif untuk melakukan kroscek dan juga membaca dokumen hukum terkait putusan pengadilan yang muncul satu hari setelah SK penetapan pihak terkait oleh KPU. “Oleh karena itu kami menduga bahwa pihak penyelenggara termohon (KPU) dan Bawaslu sudah tidak bersikap netral lagi dalam proses ini karena tidak melakukan tindakan-tindakan antisipatif dan inisiasi terhadap pelanggaran yang terjadi sejak awal,” tudingnya. Akibat pelanggaran yang terjadi sejak awal dan pemohon tidak memiliki kesempatan yang diberikan secara hukum untuk mengajukan pembatalan pada akhirnya Pilkada di Muna berlanjut dengan hasil pemohon kalah dari pihak terkait. “Untuk petitumnya kami meminta membatalkan keputusan termohon (KPU) nomor 252 dan membatalkan keputusan termohon nomor 788 dan menetapkan calon bupati dan wakil bupati peserta pemilihan bupati dan wakil bupati atas nama LM Rajiun Tumada dan La Pili sebagai bupati dan wakil bupati Muna terpilih dalam Pilkada Muna 2020,” pintah Syafrani kepada Majelis Hakim MK. “Dan terakhir memerintahkan KPU Muna untuk melaksanakan putusan ini. Kami sampaikan ini karena tidak ada mekanisme hukum dalam proses untuk membenarkan adanya pelanggaran administrasi ini,” pungkas Syafrani. Bukti yang diajukan pemohon telah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh pimpinan majelis hakim Anwar Usman. Dan permohonan LM Rusman Emba-Bahrun Labuta untuk menjadi pihak terkait dalam perkara nomor 53 juga dikabulkan dan telah teregistrasi. Kemudian MK memanggil pihak terkait untuk mengikuti sidang selanjutnya guna mendengar keterangan pada pemeriksaan persidangan. <strong>Penulis: Sudirman Behima</strong> <strong>Editor: Basisa</strong> <strong>Jangan lewatkan video terbaru:</strong> https://youtu.be/G_zq8HK8Ab0
Discussion about this post