Sebab, kata Marjani, La Ode Budiman dalam menduduki jabatan Eselon III.a hanya 1 tahun 11 bulan yaitu mulai 27 Januari 2018 sampai dengan 18 Desember 2019. Sedangkan Eselon II.b-nya baru 2 tahun sehingga secara kumulatif Eselon II.b dan Eselon III.a belum cukup 5 tahun alias baru 3 tahun 11 bulan.
Begitu pula dengan La Ode Karman. Ia menjadi pejabat Eselon III.a mulai 27 Januari 2018 s/d 27 Desember 2019 atau 1 tahun 11 bulan. Sedangkan Eselon II.b-nya baru dimulai pada 28 Desember 2019 hingga 24 Desember 2021 tepat penutupan pendaftaran lelang terbuka seleksi Sekda Busel.
“Artinya, Karman menjabat Eselon II b selama 1 tahun 11 bulan 25 hari. Sehingga, kumulatif jabatan Eselon II b dan eselon III.a-nya belum genap 5 tahun atau baru 3 tahun 10 bulan 25 hari,” terang Marjani.
Selanjutnya sebagaimana jawaban KASN yang hanya mengikutsertakan La Ode Mustamir Martosiswoyo dalam assessment semata-mata untuk pemetaan kompetensi atas permintaan Pejabat Pembina Kepegawaian Provinsi Sulawesi Tenggara (Gubernur), menurut Marjani sangat tendensius dan tidak rasional. Sebab, kata dia, selama pelaksanaan Lelang Terbuka Seleksi JPTP Sekda belum pernah dirangkaikan dengan pemerataan kompetensi pejabat Eselon II.b.
“Berarti ada diskriminasi dan konflik kepentingan. Sementara peserta pendaftar JPTP Sekda lainnya ada empat orang yang tidak diikutkan. Mereka adalah, La Ode Mai Minu Gol IV/c, La Makiki Gol. IV/c, LM. Idris Gol IV/c dan LM. Sufi Ikshanudin Gol. IV/c,” papar Marjani.
Selain keempat calon yang sudah dinyatakan tidak lulus berkas administrasi itu, di Busel masih ada sekitar 30-an pejabat lainnya yang menduduki Eselon II b. Kenapa hanya La Ode Mustamir Martosiswoyo yang diikutkan dalam assessment.
“Menurut hemat kami Pansel hanya mencari pembenaran terhadap kebijakan dan kesalahan yang terjadi, karena Mustamir Martosiswoyo masa tugasnya sebagai JPTP baru 10 bulan yaitu mulai tanggal 28 Februari 2021,” jelas Marjani.
Selain kejanggalan tersebut, rangkaian tahapan seleksi Sekda Busel juga dilakukan tidak transparan. Pengumuman nilai masing-masing peserta juga tidak dimunculkan ke publik melalui media massa. Padahal, Pemda Busel telah menganggarkan Rp600 juta di tahun 2021 untuk kelancaran Pansel mencari Sekda yang ideal.
“Kenapa pelaksanaan assessment lelang Terbuka JPTP Sekda Buton Selatan tidak menggunakan sistem CAT saja agar menghindari asumsi terjadi konflik kepentingan di sana,” ujar Marjani.
Diketahui, pelaksanan Lelang Terbuka JPTP Sekda Buton Selatan ini menggunakan APBD tahun 2021 senilai Rp600 juta. Tahap pelaksanaannya dilaksanakan 2 tahap. Tahap pertama pada akhir Desember 2021 dan tahap berikutnya, yakni, wawancara digelar pada 5 dan 6 Januari 2022.
“Dengan adanya sekelumit persolan tersebut, maka kiranya seleksi Sekda Busel harus dibatalkan karena cacat hukum,” pungkas Marjani yang langsung diamini La Safilin.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post