Sementara itu, Tokoh Adat Benua, Nasrudin Bende mengatakan, Lulo Ngganda memiliki tujuh macam jenis gerakan, namun kini tinggal lima jenis dan tradisi yang sering digunakan di Benua hanya tiga jenis.
Lima jenis lulo tersebut yakni Lulo Ngganda Titiisu, adalah dewa padi yang merujuk kepada burung Titiisu sejenis burung puyuh yang hidup di tengah-tengah padi saat musim padi hingga menjelang panen padi.
Kemudian Lulo Ngganda Kolialiangako, adalah lulo saat kegiatan membuka hutan dimana hutan lebat dengan pepohonan kayu besar jadi kolialiangako adalah melewati kayu-kayu besa.
“Lalu Lulo Ngganda ke tiga yakni Polerusi yang berarti jika bekerja keras maka akan mendapatkan hasil yang melimpah. Sedangkan Keempat Lulo Ngganda Watolengga dan Kelima Lulo Ngganda Leseahoa yang sudah tidak digunakan karena tidak ada yang tau bagaimana prosesinya,” tutur Nasrudin.
Lulo Ngganda merupakan tradisi yang muncul dari percampuran antara kepercayaan asli orang Tolaki terhadap Sangia (Dewa/Dewi) khususnya kepada Dewi Padi yang disebut dengan Sanggoleo Mbae dalam agama Islam.
Awalnya, Lulo Ngganda menggunakan gendang-gendang tanah, kemudian berubah menjadi gendang yang dasarnya dari pelepah daun dan hingga sekarang menggunakan gendang kayu yang bernama poli’o.
Pada zaman dahulu Lulo Ngganda ini dilaksanakan siang dan malam hari secara terus menerus di bawah sinar bulan.
Ritual diadakan antara akhir September atau Oktober, karena panen yang telah selesai di Agustus dan September. Kemudian pembukaan ladang berikutnya akan dilaksanakan pada bulan november tepat setelah Lulo Ngganda selesai dilakukan.
Discussion about this post