Setelah data calon petani dan calon lahan (CP/CL) ini lengkap dan diikuti dengan kebijakan distribusi pupuk yang merata, maka pemerintah sudah bisa mengkalkulasi berapa potensi produksi di sektor pertanian.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus aktif turun melakukan pendampingan di masyarakat berkaitan dengan potensi gagal panen petani. Terlebih, dampak perubahan iklim mengubah pola pertanian di Indonesia.
“Potensi gagal panen petani kita sangat tinggi karena kondisi iklim yang tidak menentu. Tapi ini adalah tantangan. Makanya pemerintah harus turun ke bawah untuk memberikan pendampingan dan distribusi pengetahuan ke petani kita. Misal bagaimana kualitas tanah dan pemberantasan hamanya,” tutur Jaelani.
Peralatan pendukung pertanian juga mesti menjadi perhatian serius pemerintah untuk menunjang produksi.
Petani juga mengeluhkan rantai pasokan hasil pertanian yang sangat lambat. Beberapa komoditas mengalami penurunan harga yang signifikan.
“Hal ini membuat petani kita bisa putus asa. Capek-capek bertani, harganya jatuh. Mereka rugi materi, waktu dan tenaga. Khawatirnya petani kita ini memilih beralih profesi yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan pangan kita nanti,” Jaelani menambahkan.
Untuk itu, dari berbagai masalah yang dihadapi petani di Sulawesi Tenggara, Jaelani akan memperjuangkannya agar segera diselesaikan oleh kementerian terkait.
“Kami akan mendorong agar pemerintah serius menangani masalah petani, khususnya di Sultra. Jangan sampai ada pandangan dari petani bahwa ada dan tidak adanya pemerintah sama saja. Petani tetap berjuang bertahan hidup,” Jaelani memungkas.
Penulis: Yeni Marinda
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post