PENASULTRA.ID, KENDARI – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Jaelani mulai turun mengidentifikasi masalah pertanian di 17 kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Identifikasi masalah pertanian ini dilakukan dalam rangkaian reses masa sidang 1 yang digelar di daerah pemilihan (dapil) Sultra.
Jaelani merupakan anggota Komisi IV DPR RI yang mitra kerjanya meliputi Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Badan Karantina Indonesia.
Jaelani mengatakan, selain identifikasi masalah pertanian, dirinya juga menyerap aspirasi pada kelompok nelayan dan masyarakat pesisir, masalah kehutanan hingga keterpenuhan pangan di Bumi Anoa.
“Saya menggelar reses di 17 kabupaten dan kota di Sultra. Dimulai dari Kolaka Utara hingga di wilayah kepulauan. Hal ini untuk memastikan seperti apa permasalahan pertanian, perikanan, kehutanan, keterpenuhan logistik dan pangan di Sulawesi Tenggara,” kata Jaelani, Senin 16 Desember 2024.
Menurutnya, dalam reses yang digelar di wilayah daratan, dirinya banyak menemukan keluhan para petani berkaitan dengan alokasi pupuk yang belum merata, kesejahteraan petani yang sangat rendah hingga rantai distribusi hasil bumi.
Selain itu, masalah kesejahteraan petani ini juga menjadi sorotan. Ketua DPW PKB Sultra ini menyebut, rata-rata sumber pangan masyarakat Indonesia dari petani. Tapi sayang, profesi petani masuk kelompok rentan dan miskin.
Menurut Survei Terpadu Pertanian 2021, pendapatan petani Indonesia kurang dari USD 1 per hari atau Rp15.207. Survei Persepsi Petani 2024 menunjukkan bahwa banyak petani tergolong sebagai keluarga miskin.
“Ini masalah. Harusnya tingginya kebutuhan masyarakat atas pangan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan petani kita. Tapi, petani kita masih kategori miskin berdasarkan sejumlah survei. Harusnya, petani kita ini paling sejahtera,” ujar Jaelani.
Rendahnya kesejahteraan petani ini berkelindan dengan masalah kebijakan pemerintah. Pemerintah harus merancang pertanian berbasis data yang akurat. Misalnya, perlunya identifikasi lahan pertanian dan jumlah petani dalam satu data nasional.
“Kalau data calon petani dan calon lahan kita lengkap dan akurat, saya pikir akan memudahkan dalam pengambilan kebijakan yang berbasis data,” beber Jaelani.
Discussion about this post