Liberalisasi Laut, Ikan For Sale, Kuota Discount
Coba amati regulasi wilayah zona industri penangkapan ikan terukur berdasarkan WPPNRI dan pelabuhannya, merupakan porsi paling luas seluruh Indonesia. Kapal-kapal besar asing berukuran 1000-5000 gross ton akan menjejal balapan tangkap ikan di wilayah WPPNRI yang sudah ditentukan ini.
Luar biasa mental penjajahan dimasa depan. Laut jadi sirkuit internasional fishing. Investor balapan nangkap ikan di Indonesia, dapat kuota discount dan harus capai target. Jadi investor bakal balapan di sea sirkuit internasional Indonesia.
Sementara untuk nelayan lokal setempat dan pemijahan ikan hanya dapat empat WPPNRI. Dibandingkan zona industri penangkapan ikan terdiri empat zona WPPNRI dan pelabuhannya sejumlah 29 pelabuhan pendaratan ikannya. Luar biasa, investasi kapal asing dapat karpet merah di laut Indonesia.
Kebijakan seperti ini, disepakati untuk menguras, mengeruk dan menjajal kelautan dan perikanan. Hal ini masih mobilisasi kapal besar dari asing. Belum lagi, soal distribusi BBM yang dibutuhkan. Mestinya, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan bukan ada mobilisasi investasi. Namun, yang harus dilakukan yakni modernisasi alat tangkap nelayan lokal untuk menopang industri perikanan nasional.
Bobroknya kebijakan kelautan dan perikanan saat ini membuat Indonesia dijerat kegagalan berkembang, baik aspek nelayan tangkap, budidaya maupun Industri Perikanan. Konsekuensi atas kebijakan seperti itu ialah lahan subur market investasi asing mengeruk ikan hingga monopoli harga secara bebas itu terjadi tanpa kontrol.
Liberalisasi market ikan bersistem kuota discount pasca bayar dan pasca produksi diberbagai tingkat memicu krisis ekonomi perikanan, ditambah adanya proteksi regulasi (Peraturan Menteri) yang melanda perikanan membuat duka pengangguran, kemiskinan, terbuka semua. Kapan nelayan dan masyarakat pesisir sejahtera?.
Akibatnya kedepan, Indonesia alami krisis dan resesi ekonomi kelautan dan perikanan sehingga perusahaan perikanan nasional bisa tutup karena kalah saing dengan perusahaan asing yang mendapat kouta discount tangkap ikan dengan kapal-kapal besar.
Mestinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak memakai sistem tersebut. Seharusnya membangkitkan sekitar 500 koperasi perikanan yang sudah tutup sejak 2017 lalu. Untuk merestrukturisasi koperasi-koperasi perikanan itu, pemerintah hanya perlu evaluasi kebijakan atas regulasi sebelumnya yang selama ini mematikan seluruh usaha bersama di sektor kelautan dan perikanan.
Munculnya kesenjangan ekonomi perikanan merupakan dampak dari kebijakan pembangunan ekonomi perikanan yang bercorak liberalis. Yang paling menyakitkan adalah terjadinya kesenjangan antar nelayan, pembudidaya, petani laut yang luar biasa. Pada masa-masa ini, ketimpangan ekonomi perikanan dan industrinya sudah sangat mencolok.
Keadaannya telah mengalami banyak perubahan kearah lebih mengkhawatirkan. Fenomena yang paling mencolok adalah kekuatan oligarki laut pengumpul modal dengan cara berhutang atas nama negara.
Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja untuk kumpulkan modal dari rentenir asing berbasis laut. Itulah sebabnya, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan banyak program lebih memenuhi kepentingan asing, ketimbang nelayan yang berada di desa-desa pesisir.(***)
Penulis: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post