Periode Karah Agung mulai 1990 menjadi titik perkembangan konglomerasi Jawa Pos. Pada masa itu Jawa Pos hijrah dari Kembang Jepun ke Karah Agung. Jawa Pos mulai memasuki fase ‘’spasialisasi’’ dengan melakukan ekspansi ke berbagai daerah di Indonesia, seiring dengan munculnya teknologi cetak jarak jauh.
Spasialiasi adalah fase ketika ruang dan waktu sudah bisa ditembus melalui teknologi. Saat itu Jawa Pos mengembangkan konglomerasi ke berbagai wilayah dengan melakukan kerja sama dengan berbagai media lokal.
Fase ini berlangsung sampai dengan 1998, ketika terjadi reformasi politik yang membawa kebebasan bagi media untuk berkembang seluas-luasnya. Fase kebebasan pers itu muncul bersamaan dengan fase Graha Pena. Ketika itu Jawa Pos membangun office building 21 lantai dan menjadi salah satu lanskap Kota Surabaya. Jawa Pos menjadikan Graha Pena sebagai head quarter untuk mengembangkan konglomerasi ke seluruh Indonesia.
Itulah fase ‘’strukturasi’’ fase kematangan bagi Jawa Pos. Dalam sepuluh tahun sejak era Graha Pena Jawa Pos menjadi kekuatan konglomerasi media nasional terbesar. Pada periode itulah Jawa Pos memasuki fase strukturasi karena pengaruh politiknya sudah menasional. Pada periode itulah Dahlan Iskan menjadi direktur utama PLN (Perusahaan Listrik Negara) pada 2009 dan kemudian menjadi menteri BUMN pada 2011.
Strukturasi adalah proses interaksi antara struktur dan agen dengan kekuasaan. Jawa Pos adalah struktur dan Dahlan Iskan adalah agen. Struktur dan agen ini kemudian berinteraksi dengan kekuatan politik dan menemukan hubungan yang saling menguntungkan dan membutuhkan.
Margiono menjadi bagian penting dari semua proses itu. Pada masa awal reformasi Margiono ditugaskan untuk mengembangkan Jawa Pos ke Jakarta. Ketika itu Jawa Pos menjalin kerjasama dengan Harian Merdeka. Kerja sama itu tidak berjalan mulus dan kongsi pecah.
Margiono kemudian mendirikan ‘’Rakyat Merdeka’’ dan pengendalinya. Di bawah Margiono Rakyat Merdeka berkembang menjadi koran politik yang sangar. Jurnalisme yang diterapkan Margiono adalah jurnalisme anti-mainstream yang mengagetkan dengan judul-judul headline banner yang menyalak.
Margiono berani membuat judul headline banner ‘’Mulut Mega Bau Solar’’, ‘’Mega Lebih Kejam dari Sumanto’’, atau ‘’Mega Sekelas Bupati’’. Tetapi, Margiono tetap tidak kehilangan humornya ketika membuat judul headline ‘’Si Bagir Anak Nakal’’ yang mengritik ketua MA (Mahkamah Agung) Bagir Manan.
Di bawah Margiono, Rakyat Merdeka menjadi konglomerat tersendiri dengan beberapa media yang menjadi anaknya. Margiono melahirkan koran-koran seperti ‘’Lampu Merah’’ dan membuat rubrikasi ‘’Bibir Mer’’ yang menyasar kalangan pembaca kelas bawah.
Mereka yang skeptik menyebut koran-koran Margiono sebagai korang kuning murahan. Tapi, tidak banyak yang menyadari bahwa Margiono memahami filosofi post-modernisme dan menerapkannya dalam praktik jurnalisme. Gaya jurnalisme anti-kemapanan itu terbukti menjadi formula ampuh bagi Rakyat Merdeka Group untuk berkembang.
Dengan reputasi itu Margiono menjadi ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat selama dua periode 2008-2018. Banyak terobosan yang dilakukan Margiono. Ia memberikan penghargaan Press Card Number One kepada jurnalis-jurnalis senior. Di masa Margiono perhelatan HPN (Hari Pers Nasional) menjadi even bergengsi yang selalu dihadiri presiden setiap tahun.
Di akhir masa jabatannya sebagai ketua PWI Margiono tergoda untuk masuk ke dunia politik praktis. Ia pulang kampung dan mengikuti pemilihan bupati Tulungagung pada 2018. Margiono bisa meyakinkan seluruh parpol untuk mendukungnya melawan petahana Syahri Mulyo yang hanya didukung PDIP.
Syahri Mulyo kena OTT (operasi tangkap tangan) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada saat-saat terakhir menjelang. Tapi, Margiono tetap tidak bisa memenangkan perhelatan politik itu. Kekuatan jaringan ‘’botoh’’ di Tulungagung masih sulit ditembus Margiono.
Margiono memang selalu menemukan jalan dengan cara apapun. Tapi, rupanya jalan politik bukan jalan yang cocok untuk Margiono. Ia kembali ke Jakarta dan menekuni bisnisnya sampai bisa membangun office building ‘’Intermark’’ yang megah di Tangerang Selatan.
Margiono akhirnya pergi, Selasa awal Februari (1/2), meninggalkan jalan panjang dan berliku, untuk menemukan jalan yang sesungguhnya.(***)
Penulis: Wartawan Senior
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post