Margiono menjadi bagian penting dari semua proses itu. Pada masa awal reformasi Margiono ditugaskan untuk mengembangkan Jawa Pos ke Jakarta. Ketika itu Jawa Pos menjalin kerjasama dengan Harian Merdeka. Kerja sama itu tidak berjalan mulus dan kongsi pecah.
Margiono kemudian mendirikan ‘’Rakyat Merdeka’’ dan pengendalinya. Di bawah Margiono Rakyat Merdeka berkembang menjadi koran politik yang sangar. Jurnalisme yang diterapkan Margiono adalah jurnalisme anti-mainstream yang mengagetkan dengan judul-judul headline banner yang menyalak.
Margiono berani membuat judul headline banner ‘’Mulut Mega Bau Solar’’, ‘’Mega Lebih Kejam dari Sumanto’’, atau ‘’Mega Sekelas Bupati’’. Tetapi, Margiono tetap tidak kehilangan humornya ketika membuat judul headline ‘’Si Bagir Anak Nakal’’ yang mengritik ketua MA (Mahkamah Agung) Bagir Manan.
Di bawah Margiono, Rakyat Merdeka menjadi konglomerat tersendiri dengan beberapa media yang menjadi anaknya. Margiono melahirkan koran-koran seperti ‘’Lampu Merah’’ dan membuat rubrikasi ‘’Bibir Mer’’ yang menyasar kalangan pembaca kelas bawah.
Mereka yang skeptik menyebut koran-koran Margiono sebagai korang kuning murahan. Tapi, tidak banyak yang menyadari bahwa Margiono memahami filosofi post-modernisme dan menerapkannya dalam praktik jurnalisme. Gaya jurnalisme anti-kemapanan itu terbukti menjadi formula ampuh bagi Rakyat Merdeka Group untuk berkembang.
Dengan reputasi itu Margiono menjadi ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat selama dua periode 2008-2018. Banyak terobosan yang dilakukan Margiono. Ia memberikan penghargaan Press Card Number One kepada jurnalis-jurnalis senior. Di masa Margiono perhelatan HPN (Hari Pers Nasional) menjadi even bergengsi yang selalu dihadiri presiden setiap tahun.
Di akhir masa jabatannya sebagai ketua PWI Margiono tergoda untuk masuk ke dunia politik praktis. Ia pulang kampung dan mengikuti pemilihan bupati Tulungagung pada 2018. Margiono bisa meyakinkan seluruh parpol untuk mendukungnya melawan petahana Syahri Mulyo yang hanya didukung PDIP.
Syahri Mulyo kena OTT (operasi tangkap tangan) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada saat-saat terakhir menjelang. Tapi, Margiono tetap tidak bisa memenangkan perhelatan politik itu. Kekuatan jaringan ‘’botoh’’ di Tulungagung masih sulit ditembus Margiono.
Margiono memang selalu menemukan jalan dengan cara apapun. Tapi, rupanya jalan politik bukan jalan yang cocok untuk Margiono. Ia kembali ke Jakarta dan menekuni bisnisnya sampai bisa membangun office building ‘’Intermark’’ yang megah di Tangerang Selatan.
Margiono akhirnya pergi, Selasa awal Februari (1/2), meninggalkan jalan panjang dan berliku, untuk menemukan jalan yang sesungguhnya.(***)
Penulis: Wartawan Senior
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post