PENASULTRAID, KENDARI – Salah satu tokoh pemuda pemerhati adat di Sulawesi Tenggara (Sultra) Supriyadin menegaskan tentang pentingnya pelibatan masyarakat adat dalam sektor pertambangan di Sultra.
Menurutnya, hal tersebut telah diakui secara konstitusional dan memiliki dasar hukum yang kuat.
“Keberadaan masyarakat adat dalam pengelolaan pertambangan diakui oleh Undang-Undang (UU). Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 memperbolehkan masyarakat adat untuk terlibat bahkan mengelola kegiatan penambangan. Hal ini juga ditegaskan dalam UU Minerba terbaru serta rencana pengesahan RUU Masyarakat Adat,” tegas Supriyadin dalam keterangannya, Sabtu 13 September 2025.
Supriyadin bahkan menyebut bahwa UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian diperbarui menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020 dan telah ditetapkan pada 18 Februari 2024, membuka ruang luas bagi masyarakat adat untuk tidak hanya menerima manfaat CSR, tetapi juga terlibat langsung dalam aktivitas penambangan.
Tak hanya itu, Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kemudian diubah, turut pula memberi peluang bagi organisasi masyarakat (Ormas) termasuk badan usaha masyarakat adat maupun ormas keagamaan untuk mendapatkan izin usaha pertambangan khusus.
“Dengan dasar hukum tersebut, tidak ada alasan untuk menolak keterlibatan masyarakat adat. Tanah adat yang dikelola masyarakat bukan klaim baru, melainkan telah dirintis dan dijaga puluhan tahun,” tegasnya.
Discussion about this post