Oleh: Yuni Damayanti
Kasus stunting pada anak di propinsi Sulawesi Tenggara alami penurunan dengan nilai 0,8 persen dari tahun 2018. Angka itu turun menjadi 30,2 persen di tahun 2021. Namun, menurut kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Tenggara, Sultra masih darurat masalah stunting.
Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, yakni 14 persen (Tirto.id, 24 Januari 2022).
Melihat rendahnya angka penurunan stunting mengharuskan pemerintah bekerja lebih keras lagi dalam mengatasi masalah ini. Apalagi stunting terjadi karena kekurangan gizi dalam waktu lama yaitu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 hari pertama kelahiran).
Selain itu, penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani.
Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting, apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Discussion about this post