“Saya nggak berhenti-henti diwawancara, sejak semalam,” katanya.
Tidak hanya untuk media siber dan media cetak, Prof Azyumardi Azra pun harus melayani wawancara podcast dan stasiun televisi.
“Ya, itulah yang antara lain yang menghabiskan waktu Prof dan harus dilayani. Setiap hal yang menjadi berita di media, bisa langsung ditanyakan ke Dewan Pers,” kata saya.
***
Terakhir saya bertemu Prof Azyumardi Azra di Bali, saat pelatihan Ahli Pers 31 Agustus-2 September lalu. Saat bertemu dia langsung berkata, “Bagaimana Alesso?,” maksudnya anak bungsu saya Alesandro yang kuliah di UIN Jakarta.
“Masih masa orientasi, Prof,” jawab saya. Saya memang pernah bercerita, anak kami yang lulusan Pesantren di Makassar, bercita-cita kuliah di UIN, entah di Yogyakarta atau Jakarta, tapi akhirnya diterima di Jakarta, tempat almarhum aktif mengajar S2 sampai akhir hayatnya.
Kami berpisah di restoran setelah sarapan disertai diskusi ringan bersama antara lain Yosep Adi Prasetyo dan Ketua PWI Kaltim, Endro karena beda pesawat, beliau pesawat siang, saya sore.
“Salam sama istri ya Pak,” katanya. Ya kebetulan memang waktu pernikahan putri dari rekan Asep Setiawan di Masjid Raya Bintaro, Prof Azyumardi dan istri, berbincang-bincang dengan saya dan istri agak lama, sehabis akad nikah. Istri beliau dan istri saya cepat akrab.
Memang aktivitas Prof Azyumardi Azra di Dewan Pers begitu dilantik tergolong tinggi, sebagai bukti dari tanggung jawab mengemban jabatan. Semua acara praktis diikuti, yang tentu melelahkan.
Yang menjadi keprihatinan almarhum adalah tentang akan segera disahkannya RUU KUHP padahal masih banyak pasal atau ayat yang berpotensi mengekang bahkan menjerat pers dan wartawan kalau tidak dikoreksi.
Ketua Dewan Pers beserta anggota intensif melobi ke fraksi-fraksi di DPR, setelah sebelumnya menyampaikan catatan perbaikan ke Menko Polhukam Mahfud MD.
Ketika ada acara Evaluasi Survei IKP di Yogya, beliau sempat kelelahan gara-gara pesawat yang membawa kami dari Jakarta ke New Yogyakarta tertunda keberangkatannya. Saat mendarat, terpaksa menunggu belasan menit untuk dapat angkutan.
Perjalanan ke kota juga memakan waktu lama karena adanya perbaikan jalan sehingga ada buka tutup. Malangnya lagi, karena hari Minggu dan Jalan Malioboro ditutup, supir yang tidak berpengalaman menurunkan kami di ujung jalan arah Tugu. Dari situ terpaksa disambung becak. Melelahkan.
Keesokan harinya, di ruangan acara, dia bertanya ke saya. “Pak Hendry, ini apa saya harus mengikuti semua acara ya. Capek juga kalau semua harus saya datangi,” katanya setengah mengeluh.
“Silakan diwakilkan, Pak. Saya dulu sering diberi tugas Ketua apalagi kalau sifatnya internal,” kata saya. “Bapak pilih yang dianggap perlu saja.” Khususnya setelah pertengahan tahun, program kerja mulai dilaksanakan dengan intensif dan setiap komisi mengadakan acara yang telah ditetapkan.
Survei IKP dengan FGD-nya, Uji Kompetensi Wartawan, dilakukan di 34 provinsi, lalu ada juga Verifikasi Faktual, dan berbagai macam yang dilakukan di luar Jakarta.
Discussion about this post