<strong>Oleh: Siti Sahara</strong> Maksud hati membangun rumah tangga lebih baik untuk kedua kalinya, seorang wanita berinisial S justru mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Bahkan anaknya ikut menjadi korban pencabulan, diduga dilakukan oleh suami keduanya seorang oknum polisi berinisial MSH. Jadi bukan luka fisik dan batin saja dialami S, namun aneh bin ajaib S malah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Manokwari atas dugaan tindak KDRT. Padahal S adalah korban keberingasan sang suami (Harianterbit.com, 07/11/2022). Selain itu, seperti yang dilansir oleh Liputan6.com, aksi kejam dan biadab dilakukan seorang suami kepada istri dan anaknya di sebuah rumah di Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat. Pelaku berinisial RN (31) tega menganiaya istrinya berinisial NI (31) dan membunuh anak perempuannya berinisial KPC (13) menggunakan parang (Liputan6.com, 01/11/2022). Tak kalah miris, SD secara membabi buta menyayat wajah istrinya L (25) di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra). Akibat penganiayaan itu, sang istri kini mengalami luka sayatan terbuka parah di bagian wajahnya. Luka sayatan serupa juga terdapat di beberapa bagian tubuhnya. Peristiwa kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT itu terjadi di Desa Barasanga, Kecamatan Wawolesea, Kabupaten Konut, Sultra (Tribunnews.com, 31/03/2022). <strong>Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga</strong> Pemerintah telah mengeluarkan aturan mengenai KDRT. UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) memuat aturan, larangan, hingga sanksi bagi pelaku KDRT. UU ini dibuat dalam rangka memberikan sanksi tegas bagi para pelaku dan meminimalkan KDRT (Detik.com, 30/09/2022). Namun berdasarkan data Kemen PPPA, hingga Oktober 2022, ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, 16.745 (79,5%) di antaranya dialami perempuan. Data lebih spesifik lainnya juga menyebutkan, misalnya di Jogja, selama 2022, terdapat 156 kasus KDRT (Tribunnews.com, 02/10/2022). Patut disayangkan, walau telah ada sanksi bagi pelaku KDRT hukum yang ada tidak dapat mencegah tindak KDRT, bahkan kini menunjukkan kasusnya lebih banyak dan tidak menutup kemungkinan yang tidak terekspose media lebih banyak lagi. Kekerasan suami terhadap istri atau ayah terhadap anak sering terjadi, bahkan makin banyak. Hal ini menunjukkan hilangnya fungsi qawwamah pada laki-laki yaitu melindungi dan memelihara wanita yang menjadi tanggung jawabnya. Tentu, ada banyak hal yang menjadi penyebab di antaranya: Pertama, berasal dari internal keluarga seperti kurangnya pemahaman antara suami istri tentang hak-hak dan kewajiban yang ada pada diri mereka. Kedua, adanya pihak ketiga dimana salah satu dari mereka melakukan perselingkuhan, dan yang ketiga adalah masalah ekonomi. Permasalahan ekonomi pun merupakan faktor penyumbang signifikan yang memicu masalah KDRT. Dalam masalah ini tentu saja peran negara begitu penting dalam membantu baik langsung atau tidak langsung dalam pemenuhan kebutuhan primer rakyatnya. Hal tersebut seperti menyiapkan lapangan kerja dan hal-hal yang mampu menunjang pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. <strong>Pandangan Islam Terkait Kasus KDRT</strong> Islam memiliki hukum yang bersifat komprehensif dalam menyelesaikan problem manusia, termasuk didalamnya masalah KDRT. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 21 yang artinya, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaannya, ialah Allah Swt. menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang". Pun Islam jelas memahami tujuan pernikahan ialah menggapai rida Allah SWT., sehingga yang menjadi landasan adalah akidah Islam, sehingga membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah dan menciptakan generasi salih dan salihah. Tak hanya itu, adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, instrospeksi diri dan tidak saling menyalahkan merupakan hal yang penting. Pun tadib suami kepada istri ketika terjadi nusyuz atau pembangkangan. Islam memerintahkan suami menggunakan berbagai sarana yang bisa mengurangi sikap keras istrinya dikarenakan sikap nusyuz mereka, namun perlu digaris bawahi, yakni tidak dengan kekerasan fisik. Di samping itu, mendatangkan juru damai yang dipercaya. Dalam kasus ini negara dalam sistem peradilannya pun harus menghadirkan juru damai terpercaya sebagai penengah. Seperti firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 35 yang artinya, "Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." Namun sayang sistem sekuler saat ini membuat umat jauh dari agamnya, sehingga berbagai krisis terjadi seperti krisis politik yang berujung konflik, krisis ekonomi, moral, budaya, sosial dan lainnya. Hal tersebut sedikit banyak akan berdampak pada kehidupan keluarga saat ini. Berbeda halnya pada saat sistem Islam diterapkan secara keseluruhan termasuk masalah pernikahan. Mulai dari era kepemimpinan Rasulullah Saw. di Madinah hingga ke era kekhalifahan Turki Utsmani, walau masih ada kasus perceraian namun sangatlah kecil. Seperti yang disampaikan oleh profesor sejarah Amerika RC Jennings dalam tulisannya "Women in Early 17th Century Ottoman Judicial Record The Sharia Court of Anatolian Kayseri" beliau mendapati 10.000 catatan pengadilan Utsmani dari abad ke 17. Kesimpulannya adalah perempuan Utsmani menggunakan pengadilan secara teratur untuk mempertahankan hak-hak pribadi dan hak milik mereka dilindungi dari kekerasan dan pernikahan paksa. Secara finansial diurus oleh suami dan keluarga mereka. Mereka dapat mengajukan perceraian, dan hak-hak mahar dan warisan mereka tetap dilindungi. Oleh karena itu, kehidupan umat manusia akan ideal jika penerapan Islam secara menyeluruh dilakukan mulai institusi paling kecil yaitu keluarga sampai institusi paling besar yaitu negara, sehingga sakinah mawadah warahmah dapat teraih. Pun keluarga yang terikat syariat dalam menjalani kehidupan rumah tangga akan menjadi keluarga muslim pembangunan peradaban. Wallahu a’lam.<strong>(***)</strong> <strong>Penulis: Freelance Writer</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/ni2efcjhwLc
Discussion about this post