Jurnalisme Klikbait dan Degradasi Etika
Persoalan lain yang semakin mengkhawatirkan adalah tren jurnalisme klikbait. Media online berlomba-lomba untuk mendapatkan traffic tinggi dengan judul sensasional, sering kali mengorbankan akurasi dan kualitas berita.
Menurut Kovach dan Rosenstiel (2014, hlm. 127), “Di era digital, pers menghadapi dilema antara mempertahankan standar jurnalistik atau mengejar keuntungan ekonomi melalui strategi konten yang provokatif.”
Jurnalisme semacam ini tidak hanya merusak kredibilitas media, tetapi juga berkontribusi pada penyebaran misinformasi. Sebuah studi oleh Newman et al. (2023, hlm. 34) menunjukkan bahwa “Sebanyak 68% responden mengaku pernah tertipu oleh berita dengan judul bombastis yang ternyata tidak sesuai dengan isi beritanya.”
Ini membuktikan bahwa tantangan pers saat ini bukan hanya berasal dari tekanan eksternal, tetapi juga dari dalam dirinya sendiri.
Krisis Kepercayaan Publik terhadap Media
Kondisi pers yang semakin terpolarisasi ini berujung pada krisis kepercayaan publik terhadap media.
Dalam survei yang dilakukan oleh Edelman Trust Barometer (2024, hlm. 59), ditemukan bahwa “Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media di Indonesia hanya mencapai 46%, turun signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.”
Hal ini menunjukkan bahwa publik mulai meragukan kredibilitas media sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya.
Jika kondisi ini terus berlanjut, maka pers akan kehilangan fungsinya sebagai penjaga demokrasi. Keadaan ini diperparah dengan maraknya hoaks dan disinformasi di media sosial yang sering kali lebih dipercaya dibandingkan berita dari media konvensional.
Dalam konteks ini, pers dituntut untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menyajikan berita agar dapat merebut kembali kepercayaan publik.
Membangun Pers yang Berintegritas
Menjaga integritas dan independensi pers bukan hanya tanggung jawab media itu sendiri, tetapi juga tanggung jawab seluruh ekosistem jurnalisme, termasuk pemerintah, organisasi pers, dan masyarakat.
Discussion about this post