Metode huhate dikenal sebagai salah satu cara paling ramah lingkungan dalam menangkap ikan, terutama tuna. Metode ini menggunakan tongkat panjang dengan tali pancing untuk menangkap tuna (khususnya cakalang) secara selektif, menghindari tangkapan ikan non-target dan minimnya dampak terhadap ekosistem laut.
Tidak hanya itu, metode ini juga memungkinkan nelayan lokal untuk memperoleh hasil tangkapan dengan kualitas baik yang dihargai tinggi di pasar global.
“Alat tangkap huhate dapat menghindari tertangkapnya ikan bukan target, sehingga risiko penangkapan berlebihan (overfishing) berkurang. Selain itu, cakalang yang ditangkap ukurannya pas dan berkualitas tinggi, jadi nelayan bisa mendapat harga yang kompetitif. Namun sayangnya, jumlah kapalnya sekarang menurun drastis karena masalah umpan ikan dan persaingan dengan alat tangkap lain. Perlu ada keberpihakan atas huhate sebelum berangsur menghilang,” ujar Maskur Tamanyira, Pemimpin Program Perikanan Yayasan IPNLF Indonesia.
Indonesia sebagai penghasil tuna terbesar di dunia, memikul tanggung jawab besar untuk menjaga keberlanjutan perikanannya. Metode ramah lingkungan yang digunakan di wilayah Timur Indonesia menangkap cakalang dan tuna sirip kuning berkualitas tinggi yang menjadi komoditas unggulan sekaligus pilar ekonomi bagi komunitas pesisir.
Rata-rata perikanan huhate Indonesia telah tersertifikasi label ramah lingkungan (eco-labelled) yang memenuhi standar internasional. Ikan tuna yang ditangkap dengan huhate juga dihargai lebih tinggi karena kualitasnya yang superior.
Huhate merupakan alat pancing tradisional yang terbuat dari bambu, tali nilon, dan mata pancing. Tradisi huhate mengajarkan bahwa nelayan harus menangkap ikan hanya untuk kebutuhan mereka, menjaga agar stok ikan tidak habis dan terus tersedia untuk generasi mendatang.
Discussion about this post