“Menurut saya bisa dilihat, kan kekhawatiran orang bisa menjadi klaster yang besar karena sekitar 20 ribu yang hadir itu diperkirakan, bisa banyak, tapi ini seperti yang sembuh sudah banyak,” ujar Amali.
Pada kesempatan itu, Amali kembali mengklarifikasi terkait adanya surat dari Badan Anti-Doping Dunia (WADA) yang menyatakan Indonesia tidak mematuhi standar anti-doping karena tidak mengikuti Test Doping Plan (TDP) yang dibuat pada tahun 2020.
“Atas kejadian itu selanjutnya PON dipersilakan berjalan dan sampelnya ditunggu, apabila kita ingin menyelenggarakan kegiatan internasional ke depannya, banyak kegiatan kita dari berbagai cabang olahraga, kita akan disupervisi Japan Anti Doping Organization, lembaga antidoping Jepang menjadi mentor kita,” urai Amali.
Sementara kerja sama Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) saat ini dengan Qatar. Hanya saja memang biayanya cukup mahal. Makanya ia ingin ke depannya Indonesia sudah memiliki laboratorium antidoping sendiri. Keinginannya ini pernah disampaikan kepada Menteri Kesehatan ketika itu, Terawan Agus Putranto.
“Beliau sudah oke tinggal menunggu rumah sakit mana yang dipakai, treat apa yang diberikan, kemudian tenaganya tapi kemudian masuk pandemi ini, sehingga konsentrasi pudar. Nanti saya akan bicarakan kembali ke menteri kesehatan,” kata Menpora, mengulas.
Dari segi keuangan, Menpora menambahkan, adanya lab antidoping bisa menghemat pengeluaran. Selain itu Indonesia berpotensi menjadi rujukan se-Asia Pasifik.
Ia pun menegaskan kasus antidoping yang menjerat Rusia sama sekali berbeda dengan Indonesia.
“Kalau Rusia itu dianggap katanya agak dipalsukan, jadi by design. Kalau kita karena penjelasan kita kurang memadai sehingga dapat teguran. Rusia kita tahu, Olimpiade kemarin tidak bisa menggunakan bendera Rusia, lagu Rusia pun tidak, hanya bendera NOC,” Amali memungkasi.
Penulis: Yeni Marinda
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post