Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, antara lain, membentuk proses pengambilan keputusan, terutama di negara bagian. Dalam kehidupan politik saat ini terdapat masalah hukum yang membuat perpolitikan Indonesia tidak stabil dan tumbuh tidak sehat. Masalah hukum itu dapat dijadikan bargaining politik bagi siapapun pelaku politik negeri ini.
Budaya yang tidak sehat inilah membuat pertentangan politik di Indonesia semakin tidak berkualitas. Hal inilah membuat kontraproduktif dalam bangsa ini. Budaya buruk politik ini selain tidak berkualitas juga dapat membuat bangsa ini hanya didominasi pertentangan tidak cerdas pada topik tidak berkualitas menutupi pikiran membangun bangsa.
Kurangnya budaya dan pendidikan politik luhur di Indonesia terjadi karena banyaknya politisi yang tidak memenuhi syarat pendidik. Dilihat dari latar belakang politisinya berpendidikan rendah, mengenal pendidikan politik dari prasangka-prasangka dan hanya bertumpu pada kemampuan manajemen politik kepentingan sempit, serta tidak mempunyai ideologi politik mencerminkan kepentingan rakyat banyak.
Belakangan kapasitas politis benar-benar mendukung kearah politis yang dibisniskan, ketika para politisi masuk dan memimpin lembaga-lembaga politik (parpol dan badan perwakilan) adalah para pedagang atau kapitalis (bisnisman seperti kontraktor, pemilik CV, atau pengusaha) berpotensi hanya untuk mencari keuntungan.
Nilai-nilai budaya luhur yang semestinya menjadi acuan dalam politik di Indonesia sudah terkandung dalam nilai-nilai ada dalam Pancasila.
Di era kekinian Pancasila hadir sebagai ruang pemersatu segala perbedaan diantara riuh ombak ideologi lain selalu ingin mengabaikan Pancasila segala macam perbedaan dan fenomena masyarakat jika diuji dan didekatkan dengan nilai-nilai Pancasila tentunya dengan hati jernih (luhur) pasti menjadi solusi, karenanya sila dan nilai-nilai Pancasila harus menjadi auto regulator dalam setiap diri manusia Indonesia sekaligus satu kesatuan utuh.
Rasa kebhinekaan para elit politik tidak boleh lekang atas dasar kepentingan elektoral semata dan sementara. Indonesia adalah negara paling multikultural sehingga hal tersebut adalah sebuah keniscayaan, kebhinekaan adalah milik semua warga negara Indonesia yang harus dijaga. Para elite politik seharusnya mengedepankan persatuan dan kesatuan demi kekayaan keberagaman di Indonesia.
Disamping itu para elit politik harusnya memberikan komunikasi politik yang baik dalam tiap kampanye atau pidato serta memberikan edukasi tentang bahayanya tindakan hoaks dan ujaran kebencian berpotensi mencabik-cabik keutuhan bangsa.
Warga negara Indonesia juga harus lebih bijak dalam membaca konten-konten negatif saat ini semakin mudah didapatkan di media sosial akhir-akhir ini informasi bohong atau hoaks sering muncul di tengah masyarakat. Hoaks berdampak buruk terhadap kualitas pesta demokrasi akan kita hadapi.
Manfaat etika dan etiket komunikasi politik bagi para elit adalah untuk menjaga hubungannya dengan relasi antara politik dan kekuasaan dengan bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika. Para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai keputusan dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah meninggalkan jabatannya.
Keterpurukan etika di pentas demokrasi akan melahirkan stigma dimasyarakat bahwa politik itu kotor politik itu memanipulasi kekuasaan, politik itu rekayasa kebaikan, politik itu praktik pembodohan. Anggapan seperti ini sering keluar dari mulut masyarakat yang sudah muak melihat atmosfir politik.
Etika dan etiket politik bagi para pejabat mesti menghasilkan makna moral dari tugasnya dalam memegang jabatan publik tertentu, dan mesti dapat merubah cara berpikir dan bertindak para pejabat. Dengan demikian esensi etika politik bagi para pejabat dapat benar-benar eviden, evidensi ini muncul dalam tataran praktik bukan dalam tataran konsep
Para elit perlu diingatkan bahwa ketika mereka berkompetisi dalam pesta demokrasi tersisipi suatu tanggung jawab sosial untuk menciptakan iklim demokrasi yang stabil bukan sekedar membawa ego sektoral pribadi, partai atau golongan.
Ketika aktivitas dilakukan itu penuh dengan tanggung jawab sosial maka tentunya ada suatu pertanggung jawaban moral kepada masyarakat atas semua hal yang dilakukan. Ketika para politisi/elit sadar akan tanggung jawab sosial maka dengan sendirinya mereka selalu memperhatikan etika dalam berpolitik. Enggan untuk melakukan hal-hal menyimpang dari esensi sebenarnya dari politik.
Hal yang pertama dan utama dibutuhkan pada konteks ini adalah kesadaran. Apabila kesadaran itu dimiliki maka para elit politik pasti akan selalu berperilaku yang baik. Tentunya akan menghasilkan tanggung jawab sosial bermartabat. (**)
Penulis Merupakan Salah Satu Akademisi Asal Sulawesi Tenggara
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post