<strong>Oleh: Hendrik</strong> Disintegrasi dan konflik selalu menjadi ancaman menjelang dan pasca pesta demokrasi, tidak terkecuali pada pemilihan kepala daerah. Masalah ini dapat dilihat dari maraknya bentrok maupun kerusuhan terjadi diberbagai wilayah yang ada di Indonesia. Pada Pilkada 2020 yang lalu menjadi bukti Kurangnya kedewasaan berdemokrasi ditandai dengan bentrok seperti terjadi pada Pilbup Luwu Utara, Pilbup Malaka NTT, Pilbup Yalimo, Pilbup Kabupaten Muna dan masih banyak lagi terjadi di berbagai daerah. Demi menjaga stabilitas jelang dan pasca Pilkada, elit berkompetisi harus tetap menjaga konstituen maupun simpatisan mereka untuk tidak bertindak vandalisme yang akan berbuntut bentrokan antar pendukung dengan selalu mengedepankan etika maupun etiket komunikasi dan budaya politik dalam setiap aktivitas politik mereka baik dalam kegiatan kampanye, produk politik dikemas, penggunaan saluran atau media politik. Etika dan etiket adalah hal yang menyangkut perilaku manusia. Namun, kedua-duanya memiliki perbedaan. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu <em>ethos</em> bermakna watak kebiasaan. Etiket berasal dari bahasa Perancis yaitu <em>etiquette</em> berarti sopan santun. Etika komunikasi politik berkaitan dengan sistem nilai, kode etik dan refleksi kritis terhadap komunikasi politik. Sementara, etiket komunikasi politik berkaitan dengan tata cara dan sopan santun dalam komunikasi politik. Etika dan etiket komunikasi politik adalah tuntunan moral dan perilaku yang menjadi aktor komunikasi politik dan sebagai refleksi kritis untuk memahami struktur-struktur sosial, budaya, politik dan ekonomi memengaruhi praktik komunikasi politik. Etika dan etiket berkaitan dengan prinsip moral, cara hidup seseorang dalam melakukan tindakan atau perbuatan yang baik (susila). Etika dan etiket politik merupakan prinsip moral mengenai tindakan atau perilaku dalam berpolitik menyangkut tata susila serta sopan santun dalam pergaulan dapat membantu masyarakat dalam mengejawantahkan ideologi negara ke dalam realitas politik nyata. Di Indonesia sendiri, etika dan etiket politik tersebut diatur dalam Tap MPR RI No. VI Tahun 2001, yang berisi tentang etika kehidupan berbangsa. Dalam komunikasi politik, etika dan etiket politik menjadi acuan dasar dalam melakukan perencanaan komunikasi, menentukan sikap serta tingkah laku politik dilakukan politikus maupun partai politik dalam melaksanakan strategi komunikasi politik. Setiap elit politik memiliki kecenderungan menanamkan norma dan nilai-nilai kepada masyarakat, termasuk dalam bidang politik. Dari proses penanaman tersebut, anggota masyarakat akan berusaha mempelajari tentang bagaimana budaya politik yang dibangun para elit politik agar tercipta iklim demokrasi stabil dan jauh dari pertikaian. Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif, dan nilai-nilai menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan. Budaya politik merupakan nilai-nilai pengetahuan, adat istiadat, dan norma-norma yang dianut bersama dan melandasi pandangan hidup masyarakat suatu negara menyangkut aspek-aspek non perilaku aktual, seperti pandangan, sikap, nilai, dan kepercayaan. Dengan demikian, budaya politik merupakan dimensi psikologis dari sebuah sistem politik mempunyai peranan penting bagi keberlangsungan suatu sistem politik. (Mukarom, Zaenal 2016. Komunikasi Politik. Bandung. Pustaka Setia). Bicarakan etika dan etiket maka hal tertuju pada akhlak, moral, perilaku dan nilai-nilai bisa membedakan apa yang baik dan apa yang buruk dalam masyarakat. Sama halnya dalam membangun komunikasi politik beretika, merupakan salah satu solusi untuk mengembalikan budaya politik ideal di tanah air. Etika komunikasi dan budaya politik merupakan tata nilai dalam berkomunikasi pada peristiwa politik. Politik adalah aktivitas pada hierarki tertinggi dalam kehidupan sosial terdiri dari komunikator politik, pesan politik dan saluran politik. Komunikator politik sebagai pelaku utama atau mengawali pembentukan pesan sampai dengan menggunakan saluran tertentu ditujukan kepada penerima pesan politik (khalayak politik). Masalah politik tidak saja terjadi secara linear (satu arah), atau interaksional sebatas adanya aksi-reaksi berupa umpan balik (<em>feedback</em>) saja, tapi terjadi suatu terus-menerus (transaksional). Pada dasarnya etika dan etiket politik merupakan sebuah sarana diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar pelaku dan kekuatan sosial politik dan kelompok kepentingan untuk mencapai tujuan bersama mengingat dinamika politik tanah air rawan konflik. Maka mengusung tema membangun komunikasi politik yang santun dan beretika dirasa perlu adanya. <blockquote class="instagram-media" style="background: #FFF; border: 0; border-radius: 3px; box-shadow: 0 0 1px 0 rgba(0,0,0,0.5),0 1px 10px 0 rgba(0,0,0,0.15); margin: 1px; max-width: 540px; min-width: 326px; padding: 0; width: calc(100% - 2px);" data-instgrm-captioned="" data-instgrm-permalink="https://www.instagram.com/p/CWiifAVvfDg/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading" data-instgrm-version="14"> <div style="padding: 16px;"> <div style="display: flex; flex-direction: row; align-items: center;"> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 50%; flex-grow: 0; height: 40px; margin-right: 14px; width: 40px;"></div> <div style="display: flex; flex-direction: column; flex-grow: 1; justify-content: center;"> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 4px; flex-grow: 0; height: 14px; margin-bottom: 6px; width: 100px;"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 4px; flex-grow: 0; height: 14px; width: 60px;"></div> </div> </div> <div style="padding: 19% 0;"></div> <div style="display: block; height: 50px; margin: 0 auto 12px; width: 50px;"></div> <div style="padding-top: 8px;"> <div style="color: #3897f0; font-family: Arial,sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-weight: 550; line-height: 18px;">View this post on Instagram</div> </div> <div style="padding: 12.5% 0;"></div> <div style="display: flex; flex-direction: row; margin-bottom: 14px; align-items: center;"> <div> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 50%; height: 12.5px; width: 12.5px; transform: translateX(0px) translateY(7px);"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; height: 12.5px; transform: rotate(-45deg) translateX(3px) translateY(1px); width: 12.5px; flex-grow: 0; margin-right: 14px; margin-left: 2px;"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 50%; height: 12.5px; width: 12.5px; transform: translateX(9px) translateY(-18px);"></div> </div> <div style="margin-left: 8px;"> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 50%; flex-grow: 0; height: 20px; width: 20px;"></div> <div style="width: 0; height: 0; border-top: 2px solid transparent; border-left: 6px solid #f4f4f4; border-bottom: 2px solid transparent; transform: translateX(16px) translateY(-4px) rotate(30deg);"></div> </div> <div style="margin-left: auto;"> <div style="width: 0px; border-top: 8px solid #F4F4F4; border-right: 8px solid transparent; transform: translateY(16px);"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; flex-grow: 0; height: 12px; width: 16px; transform: translateY(-4px);"></div> <div style="width: 0; height: 0; border-top: 8px solid #F4F4F4; border-left: 8px solid transparent; transform: translateY(-4px) translateX(8px);"></div> </div> </div> <div style="display: flex; flex-direction: column; flex-grow: 1; justify-content: center; margin-bottom: 24px;"> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 4px; flex-grow: 0; height: 14px; margin-bottom: 6px; width: 224px;"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 4px; flex-grow: 0; height: 14px; width: 144px;"></div> </div> <p style="color: #c9c8cd; font-family: Arial,sans-serif; font-size: 14px; line-height: 17px; margin-bottom: 0; margin-top: 8px; overflow: hidden; padding: 8px 0 7px; text-align: center; text-overflow: ellipsis; white-space: nowrap;"><a style="color: #c9c8cd; font-family: Arial,sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-weight: normal; line-height: 17px; text-decoration: none;" href="https://www.instagram.com/p/CWiifAVvfDg/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading" target="_blank" rel="noopener">A post shared by Penasultra.id (@penasultra.id)</a></p> </div></blockquote> <script async src="//www.instagram.com/embed.js"></script> <strong>Komunikasi Politik Etis Dalam Pesta Demokrasi</strong> Komunikasi politik seolah tak terpisahkan dari dinamika politik yang terjadi sejak era dahulu hingga sekarang. Aktivitas seperti kampanye, propaganda, retorika politik, lobi dan negosiasi, pembentukan opini publik, publisitas politik, serta sejumlah kegiatan lainnya begitu penting dalam upaya mempengaruhi lingkungan politik. Salah satu hal yang menyebabkan banyak orang berselisih paham adalah karena kurangnya komunikasi. Komunikasi terkadang menjadi hal disepelekan, padahal kesalahan dalam komunikasi dapat menimbulkan sebuah permasalahan runyam dalam relasi dua atau lebih orang. Pengertian konsep komunikasi yang paling sederhana adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Proses ini dapat menghasilkan <em>feedback</em> dari komunikan sehingga komunikasi dapat berlangsung secara dua arah antara komunikator dan komunikan. Komunikasi merupakan media untuk menyampaikan visi dan misi politik ke tengah rakyat. Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa (Astrid, S. Soesanto, 1980:2). Komunikasi tersebut tidak terlepas dari tata aturan mengikat dalam berkomunikasi, seperti etika berkomunikasi. Inilah menjadi kunci terwujudnya orientasi politik seseorang. Komunikasi politik yang dibangun para kandidat tidaklah diragukan. Pilihan kata dan bahasa tubuh digunakan sangat memukau dan meyakinkan. Ketika politik dikomunikasikan ke ranah publik, hal yang hendak dituntut di sana adalah seni berorasi. Nilai seni dari politik, tampak pada usaha memperebutkan kekaguman rakyat. Dengan kekaguman tersebut, rakyat akan digiring pada keinginan untuk mendengar dan menjadikan ketokohannya sebagai figur harapan. Komunikasi politik etis yang saat ini harus dilakukan para kontestan politik ialah harus mampu membaca apa yang terjadi di masyarakat. Mengangkat hal-hal sederhana dan menyentuh kehidupan rakyat, akan mengundang simpatik dan daya tarik tersendiri, karena masyarakat akan merasa tersentuh, bukan sekedar mengumbar janji-janji politik mentereng, tetapi lebih pada memberi pemahaman tentang regulasi politik lokal dan nasional. Janji-janji politik tidak lagi menjadi sesuatu membawa kemenangan, justru akan menjadi bumerang bagi kontestan politik, karena rakyat saat ini sudah menjadi pemilih cerdas. Janji sudah menjadi lagu lama, yang perlu ditinggalkan. Komunikasi politik etis kontestan maupun elit politik harus mampu membangun kesadaran akan pentingnya berpolitik yang benar. Berpolitik secara benar dan dewasa bukanlah pekerjaan mudah. Memberi kesadaran bahwa politik pada dasarnya baik dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat banyak dan bukan sekelompok orang, karena pada dasarnya politik itu baik. Memberi pemahaman politik seperti inilah yang tidak menimbulkan konflik horizontal diantara masyarakat. Komunikasi politik yang etis adalah tidak menjadi ajang menjelek-jelekan calon lainnya. Tolok ukur bagi masyarakat, bukan terletak pada kita bisa menjatuhkan seseorang, tetapi bagaimana komunikasi itu meyakinkan rakyat. Disinilah dibutuhkan komitmen para calon untuk membangun komunikasi yang efektif, efisien dan bersinergi dengan kepentingan rakyat, dengan tidak mengesampingkan etika berkomunikasi. Komunikasi politik beretika dan beretiket akan melahirkan kesucian politik. Sebab, politik pada dasarnya merupakan dimensi konstitutif dari hidup manusia. Ketika manusia memilih untuk hidup bersama dengan yang lain serentak dia menjadi makhluk politis. Perhelatan pesta demokrasi hendaknya tetap menjaga esensi dan kesucian dari politik itu sendiri. <strong>Budaya Politik yang Hadir Pada Aktualisasi Demokrasi di Indonesia</strong> Budaya politik yang hadir pada aktualisasi komunikasi politik di Indonesia sebagian besar melahirkan budaya politik negatif ketimbang budaya politik luhur. Kondisi politik di Indonesia saat ini sangat buruk. Hal ini disebabkan oleh penurunan politik Indonesia tidak sehat. Banyak politisi di negeri ini terlibat dalam kasus korupsi. Sebenarnya, apa yang dibutuhkan bukanlah popularitas tetapi kinerja optimal yang dapat membangun Indonesia kearah lebih baik. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, antara lain, membentuk proses pengambilan keputusan, terutama di negara bagian. Dalam kehidupan politik saat ini terdapat masalah hukum yang membuat perpolitikan Indonesia tidak stabil dan tumbuh tidak sehat. Masalah hukum itu dapat dijadikan bargaining politik bagi siapapun pelaku politik negeri ini. Budaya yang tidak sehat inilah membuat pertentangan politik di Indonesia semakin tidak berkualitas. Hal inilah membuat kontraproduktif dalam bangsa ini. Budaya buruk politik ini selain tidak berkualitas juga dapat membuat bangsa ini hanya didominasi pertentangan tidak cerdas pada topik tidak berkualitas menutupi pikiran membangun bangsa. Kurangnya budaya dan pendidikan politik luhur di Indonesia terjadi karena banyaknya politisi yang tidak memenuhi syarat pendidik. Dilihat dari latar belakang politisinya berpendidikan rendah, mengenal pendidikan politik dari prasangka-prasangka dan hanya bertumpu pada kemampuan manajemen politik kepentingan sempit, serta tidak mempunyai ideologi politik mencerminkan kepentingan rakyat banyak. Belakangan kapasitas politis benar-benar mendukung kearah politis yang dibisniskan, ketika para politisi masuk dan memimpin lembaga-lembaga politik (parpol dan badan perwakilan) adalah para pedagang atau kapitalis (bisnisman seperti kontraktor, pemilik CV, atau pengusaha) berpotensi hanya untuk mencari keuntungan. Nilai-nilai budaya luhur yang semestinya menjadi acuan dalam politik di Indonesia sudah terkandung dalam nilai-nilai ada dalam Pancasila. Di era kekinian Pancasila hadir sebagai ruang pemersatu segala perbedaan diantara riuh ombak ideologi lain selalu ingin mengabaikan Pancasila segala macam perbedaan dan fenomena masyarakat jika diuji dan didekatkan dengan nilai-nilai Pancasila tentunya dengan hati jernih (luhur) pasti menjadi solusi, karenanya sila dan nilai-nilai Pancasila harus menjadi auto regulator dalam setiap diri manusia Indonesia sekaligus satu kesatuan utuh. Rasa kebhinekaan para elit politik tidak boleh lekang atas dasar kepentingan elektoral semata dan sementara. Indonesia adalah negara paling multikultural sehingga hal tersebut adalah sebuah keniscayaan, kebhinekaan adalah milik semua warga negara Indonesia yang harus dijaga. Para elite politik seharusnya mengedepankan persatuan dan kesatuan demi kekayaan keberagaman di Indonesia. Disamping itu para elit politik harusnya memberikan komunikasi politik yang baik dalam tiap kampanye atau pidato serta memberikan edukasi tentang bahayanya tindakan <em>hoaks</em> dan ujaran kebencian berpotensi mencabik-cabik keutuhan bangsa. Warga negara Indonesia juga harus lebih bijak dalam membaca konten-konten negatif saat ini semakin mudah didapatkan di media sosial akhir-akhir ini informasi bohong atau <em>hoaks</em> sering muncul di tengah masyarakat. <em>Hoaks</em> berdampak buruk terhadap kualitas pesta demokrasi akan kita hadapi. Manfaat etika dan etiket komunikasi politik bagi para elit adalah untuk menjaga hubungannya dengan relasi antara politik dan kekuasaan dengan bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika. Para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai keputusan dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah meninggalkan jabatannya. Keterpurukan etika di pentas demokrasi akan melahirkan stigma dimasyarakat bahwa politik itu kotor politik itu memanipulasi kekuasaan, politik itu rekayasa kebaikan, politik itu praktik pembodohan. Anggapan seperti ini sering keluar dari mulut masyarakat yang sudah muak melihat atmosfir politik. Etika dan etiket politik bagi para pejabat mesti menghasilkan makna moral dari tugasnya dalam memegang jabatan publik tertentu, dan mesti dapat merubah cara berpikir dan bertindak para pejabat. Dengan demikian esensi etika politik bagi para pejabat dapat benar-benar eviden, evidensi ini muncul dalam tataran praktik bukan dalam tataran konsep Para elit perlu diingatkan bahwa ketika mereka berkompetisi dalam pesta demokrasi tersisipi suatu tanggung jawab sosial untuk menciptakan iklim demokrasi yang stabil bukan sekedar membawa ego sektoral pribadi, partai atau golongan. Ketika aktivitas dilakukan itu penuh dengan tanggung jawab sosial maka tentunya ada suatu pertanggung jawaban moral kepada masyarakat atas semua hal yang dilakukan. Ketika para politisi/elit sadar akan tanggung jawab sosial maka dengan sendirinya mereka selalu memperhatikan etika dalam berpolitik. Enggan untuk melakukan hal-hal menyimpang dari esensi sebenarnya dari politik. Hal yang pertama dan utama dibutuhkan pada konteks ini adalah kesadaran. Apabila kesadaran itu dimiliki maka para elit politik pasti akan selalu berperilaku yang baik. Tentunya akan menghasilkan tanggung jawab sosial bermartabat. (**) <strong>Penulis Merupakan Salah Satu Akademisi Asal Sulawesi Tenggara</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/mUr0z0m1sKg
Discussion about this post