Hematnya, lembaga pendidikan yang terafliasi dengan sawit berperan dalam 2 lini yang bisa dilakukan dalam mendongkrak mutu mahasiswanya, penguatan bahasa asing dan studi banding.
Bahasa Asing
Setidaknya di Malaysia kita akan dipertemukan oleh ragam bahasa yang melekat pada orang di sana seperti Bahasa Melayu yang memiliki kedekatan dengan kita, namun tetap perlu kita belajar. Bahasa Inggris sebagai bahasa global, serta bahasa Mandarin karena di Malaysia cukup kental pluralisnya, serta pada sektor manufaktur sawit di mana peralatan manufaktur tidak sedikit dari Negeri Tirai Bambu sebagai raksasa manufaktur global.
Ditarik dari pendekatan pembelajaran Bahasa Inggris, nampak tidak cukup bila hanya 1 semester, namun bilamana keterbatasan. Kampus perlu inisiasi kelas tambahan atau kursus diwaktu libur atau narasi kerennya summer course. Tentunya bisa membuat mahasiswa lebih produktif dengan keterampilan bahasa asing dan melahirkan kepercayaan dirinya pada kancah global.
Lalu bahasa asing lainnya dengan menggandeng lembaga kursus lainnya. Sehingga mahasiswa penerima beasiswa sawit atau yang terafilasi dengan sawit memiliki selling value yang lebih mewah. Apalagi bilamana mahasiswa memiliki proyeksi untuk melanjutkan studi tentu keterampilan bisa menjadi penguat kapasitas kedepannya.
Studi Banding
Studi banding negara tetangga nampaknya awalan yang tidak buruk dan berpotensi besar perguruan tinggi sawit bisa mengikutinya. Semisal di Malaysia, perguruan tinggi yang base di Sumatera Utara maupun Riau atau Sumatera Barat sudah memiliki potensi besar untuk menginisiasinya.
Malaysia bisa menjadi pilihan untuk melaksanakan studi banding/studi kelembagaan karena pembiayaan pada transportasi utama (pesawat) jauh lebih murah bilamana hendak terbang ke Jakarta. Dan pembiayaan transportasi penunjang (dari Bandara Kuala Lumpur ke lokasi misalnya RSPO Headquarters/Markas Besar Roundtable on Sustainable Palm Oil) jauh lebih efisien.
Dengan simulasi pemberangkatan beberapa kelas sekali berangkat, tentunya ini menjadi potensi besar apalagi PTS dalam rangka mempromosikan kampusnya sehingga meningkatkan daya pikat bagi calon mahasiswanya.
Hal demikian juga berlaku bagi PT di Yogyakarta maupun Jabodetabek, yang masing-masing memiliki koneksi penerbangan internasional. Khusus yang di Jabodetabek sudah menang start karena banyak perkantoran dipusatkan di Jakarta (Kementerian Pertanian maupun Instansi lainnya).
Tentunya dalam pengelolaan pembiayaan, bisa dilakukan dengan swadana serta dukungan dari stakeholders lainnya seperti BUMN Perkebunan, Dinas sesuai tingkatannya, Kementerian terkait, maupun BPDP-KS nantinya.(***)
Penulis dari Institut Teknologi Sawit Indonesia
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post