Negara yang diharapkan tentulah negara yang menerapkan Islam secara kaffah yang mana pemimpinnya bertugas mengurusi urusan umat, sebagaimana disampaikan di dalam hadits yang artinya: Imam/Khalifah adalah pengurus dan dia bertanggung jawab terhadap rakyat yang di urusnya (HR. muslim dan Ahmad).
Sesungguhnya dalam Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan, baik kuantitas maupun kualitas. Artinya, sebagai pelindung rakyat, negara harus hadir menghilangkan dharar (bahaya) di hadapan rakyat, termasuk ancaman hegemoni ekonomi.
Negara Islam tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan sepihak. Negara akan menjaga stabilitas harga dengan mengambil beberapa kebijakan. Pertama, menjaga ketersediaan stok pangan supaya supply and demand (permintaan dan penawaran) stabil. Di antaranya dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian, ataupun dengan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syariat.
Kedua, menjaga rantai tata niaga, yaitu mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Di antaranya melarang penimbunan, melarang riba, melarang praktik tengkulak, kartel, dsb. Disertai penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai aturan Islam.
Khalifah juga menugaskan Qadhi Hisbah yang di antaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan tayib.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah peran negara dalam mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah dengan begitu tidak akan mudah terjadi kecurangan.
Dengan demikian mudah bagi negara menjaga kestabilan harga pangan sebab negara turun langsung mengaturnya tanpa adanya pihak ketiga (pengusaha) yang menguasai pasar, Wallahu a’lam bisshowab.(***)
Penulis asal kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post