Tidak berhenti sampai disitu, permainan harga LPG 3 Kg selalu dimainkan di lapangan. Banyak terjadi kenaikan harga jual jika gas melon ini sudah sampai di tangan pengecer.
Ini juga disampaikan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung yang menjelaskan bahwa larangan penjualan di pengecer bertujuan untuk memastikan pasokan gas melon tetap ada bagi masyarakat dan agar harga jualnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hal ini merujuk pada Perpres nomor 104 tahun 2007 yang mengatur mengenai penyediaan, pendistribusian dan penetapan harga elpiji tabung 3 Kg.
Melihat fenomena kelangkaan LPG 3 Kg akhir-akhir ini, sejatinya merupakan dampak dari berlakunya sistem ekonomi kapitalisme saat ini. Perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi untuk bisa mendapatkan stok gas melon adalah keniscayaan dalam sistem kapitalisme.
Kebijakan ini bukan hanya terkait pergantian menteri dan pejabat, tetapi sebagai sebuah konsekuensi sistem ekonomi kapitalisme yang dipilih negeri ini sebagai landasan berekonomi. Pasalnya salah satu sifat sistem ini adalah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi.
Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi migas yang memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA yang sejatinya milik rakyat.
Meski negeri ini memiliki kekayaan minyak dan gas bumi yang luar biasa, namun akibat tata kelola kapitalisme, rakyat tidak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis. Sebab negara harus melegalkan pengelolaannya dari aspek produksi hingga distribusi dengan orientasi bisnis.
Demikianlah permasalahan yang akan terus terjadi ketika sektor migas termasuk LPG dikelola dengan sistem kapitalisme. Ini sungguh berbeda dengan mekanisme sistem Islam dalam mengelola migas.
Solusi Islam
Di dalam Islam, gas elpiji merupakan barang pokok yang wajib dilindungi dan dikelola oleh negara. Barang pokok ini dikategorikan ke dalam kepemilikan umum yaitu benda-benda yang telah dinyatakan oleh asy-syar’i yang diperuntukan bagi komunitas masyarakat dan asy-syar’i melarang benda tersebut dikuasai oleh perorangan.
Discussion about this post